Kamis, 15 Februari 2018

Mengapa Sekolah Terbaik justru Tidak Baik untuk Anak?

Oleh: Bukik Setiawan

Menjadi Sekolah Terbaik adalah pilihan kata yang banyak digunakan sekolah dalam visi dan misinya. Tahukah Anda, bahwa Sekolah Terbaik justru Tidak Baik untuk Anak? Ini penjelasannya 
Ketika awal terjun di dunia pendidikan, saya mudah merasa kagum dengan visi sekolah yang berambisi menjadi sekolah terbaik. Saya rasa memang sudah seharusnya begitu, sekolah mempunyai cita-cita yang menjulang tinggi. Lagi pula, bukankah impian semua orang untuk menjadikan lembaganya sebagai yang terbaik, bila perlu terbaik di seluruh dunia. Setiap kali melihat visi sekolah yang terpampang, saya merasa berdesir dan dada dipenuhi rasa bangga.
Itu keyakinan saya dulu, sampai pada suatu hari seorang teman menceritakan tentang pendidikan Finlandia yang kata banyak orang dinilai sebagai sistem pendidikan terbaik. Saya pun mencari tahu berbagai informasi di internet mengenai pendidikan Finlandia. Banyak paparan data yang menguatkan. Banyak penjelasan yang meyakinkan.
Tapi saya tertohok bukan oleh data yang kuat maupun penjelasan yang meyakinkan itu. Saya tertohok dengan salah satu halaman presentasi dari Pasi Sahlberg, ahli pendidikan Finlandia sekaligus penulis buku Finish Lesson (Pelajaran dari Finlandia). Mengapa tertohok? Karena satu pernyataan tersebut meruntuhkan keyakinan saya mengenai visi sekolah terbaik. Apa sih isinya?
Satu halaman presentasi itu berisi gambar dua orang, perempuan dan lak-laki tua, yang membawa papan visi. Sosok laki-laki tua membawa papan bertuliskan “Kami akan menjadi sekolah terbaik di dunia pada tahun 2020”. Sementara, sosok perempuan membawa papan bertuliskan “Sekolah hebat untuk semua dan setiap anak”. Awalnya saya yakin pendidikan Finlandia searah dengan papan yang dibawa sosok laki-laki tua. Ternyata, saya sama sekali keliru. Karena pada bagian awal presentasi itu disebutkan bawha Finlandia tidak pernah bercita-cita menjadi yang terbaik. Jreng…
Pasi Sahlberg menjelaskan bahwa tujuan sekolah di Finlandia bukanlah menjadi sekolah terbaik, tapi sekolah hebat buat semua dan setiap anak. Pernyataan ini memutarbalikkan keyakinan saya tentang visi pendidikan. Orang-orang menganggap pendidikan Finlandia sebagai pendidikan terbaik, tapi Finlandia sendiri tidak bertujuan menjadi yang terbaik. Aneh bukan?
Dari pernyataan itu saya coba merenung dan berdiskusi dengan beberapa teman. Setelah pencarian panjang, akhirnya saya menemukan titik cerah. Ada perbedaan yang nyata antara kedua visi tersebut yaitu:
Titik pusatnya adalah sekolah yang ingin tampil di panggung dan menjadi sorotan banyak pihak. Visi adalah niat. Visi tersebut membuat sekolah berusaha keras mencapai kriteria dan standar yang ditetapkan pihak lain agar diakui sebagai yang terbaik. Fokusnya adalan tuntutan dari eksternal, baik itu dinas pendidikan, kementerian pendidikan, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), maupun lembaga akreditasi. Kebutuhan anak dipenuhi sejauh menjadi kriteria dan tuntutan dari lembaga eksternal tersebut.
Akibatnya, kebutuhan anak diabaikan karena sekolah seringkali kerepotan memenuhi tuntutan untuk menjadi sekolah terbaik. Alih-alih memenuhi kebutuhan anak agar terjalin relasi positif, sekolah cenderung menegakkan aturan dan disiplin yang ketat. Sekolah menuntut anak-anak untuk patuh dan tertib. Patuh terhadap perintah guru. Tertib menjaga keteraturan. Tercipta relasi sekolah dan anak yang tidak kondusif untuk terbentuknya kegemaran belajar. Belajar menjadi paksaan.
Titik pusatnya adalah anak-anak yang mempunyai beragam kebutuhan untuk didengarkan dan dipahami oleh pisah sekolah. Visi adalah niat. Visi tersebut membuat sekolah berusaha keras untuk memahami dan memenuhi kebutuhan anak. Asesmen untuk mengenali kebutuhan anak dilakukan secara berkala. Proses belajar dikaji terus menerus agar tercipta belajar yang menyenangkan sekaligus bermakna buat anak-anak. Tuntutan dari pihak eksternal dipenuhi dengan tetap memprioritaskan kebutuhan anak.
Akibatnya, anak-anak merasa didengarkan dan dipahami oleh pihak sekolah. Alih-alih melakukan perbuatan yang merepotkan, anak-anak justru mengambil peran dan memberi konstribusi agar tercipta relasi dan lingkungan sekolah yang positif. Sekolah dan anak-anak menjadi pihak yang sama, saling bahu membahu memajukan sekolah. Anak-anak belajar bukan karena terpaksa, tapi karena senang belajar. Dengan belajar, anak-anak menemukan makna.


Itulah kenyataan yang terjadi. Visi menjadi sekolah hebat untuk semua dan setiap anak mengantarkan pendidikan Finlandia sebagai pendidikan terbaik di dunia. Sebaliknya sekolah yang mempunyai visi menjadi sekolah terbaik, justru bersikap tidak baik terhadap anak-anak. Visi sekolah terbaik bisa dibahasakan dengan beberapa istilah seperti unggul, favorit, pusat, prestasi, dan kata-kata yang menggambar kelebihan sekolah tersebut dibandingkan sekolah-sekolah lain.
Setelah mendapatkan pencerahan tersebut, saya mempelajari visi berbagai sekolah yang saya kunjungi. Sejauh pengamatan saya, pernyataan visi bisa menggambarkan suasana belajar sebuah sekolah. Pendidikan Finlandia memberi saya pelajaran dalam memilih sekolah untuk anak, memilih sekolah yang tidak bercita-cita menjadi sekolah terbaik tapi yang bercita-cita pada pemenuhan kebutuhan anak.
Tapi apakah visi memenuhi kebutuhan anak pasti diwujudkan oleh sebuah sekolah? Jangan-jangan hanya dipasang sebagai visi tapi tidak dipraktikkan. Tidak perlu khawatir, kami telah menyusun panduan yang bisa menilai perwujudan visi menjadi praktik nyata di sebuah sekolah. 
Sumber: TemantaKita 

0 komentar:

Posting Komentar