This is default featured slide 1 title

BEBAL:"FPI"

Kebebalan FPI Banyuwangi yang membubarkan ritual tradisi Sedekah Laut di daerahnya

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 17 Januari 2009

Sekolah mBayar Karep; sebuah Refleksi (3)

Mendirikan Kemauan, ternyata merupakan fase terpenting di Sekolah Rakyat MèluBaé. Catatan ini dibuat sebagai sekumpulan transkrip pelaksanaan malam syukuran Ultah ke 6, yang peringatannya dilangsungkan di Gg.Tengah 21, Kebumen; pada hari Sabtu 17 Januari 2009.
Acara yang baru dapat dimulai dari jam 21.00 wib itu, dihadiri tak kurang dari 30 orang. Berasal dari desa-desa seperti Jagasima, Tanggulangin, Kalìwungu dan Bumiharjo di Kec. Klirong. Disamping dari lingkungan dan beberapa kelurahan di wengkon Kec. Kebumen dan Kec. Alian; acara ini dihadiri oleh beberapa wakil kelompok teater dan bahkan Komunitas 'Petarung' Jalanan dari komplek terminal Purworejo.
Acara dibuka oleh fasilitator dan pegiat seni Pitra Suwita ini langsung dibacakan do'a tahlil yang dipimpin oleh 'guru tauhid' SRMB, K. Malik Hasyim alias mBah Limin.
Di sela pengantar do'a, kyai sepuh dari kawasan budaya 'urut séwu' itu berharap majlis pembelajaran MéluBaé ini dapat terus dipertahankan eksistensinya, sehingga makin memberi manfaat nyata bagi peri kehidupan bersama.
Setelah usai do'a syukur bersama, sesepuh komunitas ini memotong tumpeng dan dilanjutkan dengan makan bersama. Suasana nampak penuh rasa kekeluargaan, karena ikut pula para istri dan anak-anak.
Pekìk Sasinilo, koordinator divisi teater, memberikan pengantar pendek namun cukup menyentuh. Ia menyatakan bahwa selama 6 tahun ini telah terjadi interaksi yang panjang. Pada prinsipnya, komunitas ini bersifat terbuka bagi siapa saja. Apabila di kilas balik, dalam pasang-surut perjalanannya ditemukan sebuah kekuatan luar biasa. Luar biasa, mengingat tak ada buai impian apa-apa yang menarik dan mengikat komunitas ini. Satu-satunya ikatan dalam komunitas ini, sebagai rasa persaudaraan semata.
"Kami saling mengenali bukan hanya antar sesama teman dalam kelompok, tetapi juga berikut para istri, keluarga dan saudaranya".
Ia berharap persaudaraan "MéluBaè" dapat terus terjaga.
Dalam kesempatan yang sama, Aris Panji, mengulas sedìkit, problematika berkesenian yang ikut melatari pendirian majlis, yang sejak masa awal pasca pendiriannya disebut sebagai Sekolah Rakyat MéluBaè.

Filosofi Tumpeng
Ulang tahun ke 6 SRMB, sebagaimana dituturkan K. Malik Hasyim menjadi menarìk karena masih dalam suasana bulan Asyuraa. Spiritualis kampung pesisir ini ini memerikan wewarah kearifan tentang 'tumpeng' yang barusan dipotong. Menurutnya, 'tu' bermakna jika tiba waktu, maka harus 'peng' yang bermakna mempeng

Senin, 12 Januari 2009

Catatan Kecil dari GELAR TEATER Kebumen

Atas prakarsa Fopset (Forum Pekerja Seni Teater) Kebumen, maka pada tanggal 9-10 Januari 2009 lalu diselenggarakan sebuah parade teater yang diikuti 6 kelompok. Pementasannya difasilitasi oleh PGRI Kebumen, diselenggarakan pada malam hari dimulai jam 19.30 dan diakhiri dengan sarasehan budaya.
Keenam grup teater itu: Smenven, SMP Muh 2, sanggar Guyub Larak, Sekolah Rakyat MèluBaé, teater Anjal dan teater Ego.
Perimbangan penampil antara kelompok teater 'sekolahan' dengan kelompok 'umum' terjadi di sini. Smenven mengusung teaterikalisasi puisi dengan paduan gaya dongeng menampilkan suguhan khas ABG. Sementara SMP Muh 2 menampilkan fragmen "Story Telling", sebuah penuturan cerita yang seluruhnya disampaikan dengan bahasa Inggris; tak jauh beda. Satu lagi kelompok teater yang berasal dari institusi pendidikan adalah Teater Anjal dari AMìK PGRI Kebumen. Kelompok terakhir ini menyajikan dilema urban sebagai kaum yang gagal direpresi modernitas.
Sedangkan dari kelompok teater 'umum' yang terdiri dari 3 kelompok tampil dengan varian relatif berbeda.
Sanggar Guyub Larak menampilkan cerita klasik yang paling sering digarap. Sayangnya, di tangan grup ini lakon 'Andé-Andé Lumut' tak cukup bertenaga. Meski ada upaya untuk keluar 'pakem', namun keberanian ini tak diimbangi dengan keahlian penggarapan. Jadinya, lebih terkesan monotone dan boros durasi, ketimbang bikin ending kejutan 'aneh' saat tokoh sentral lakon klasik ini memilih kawin dengan sang antagone.
Kejenuhan penonton dalam menyimak kiprah panjang, berhasil disegarkan saat SR 'MéluBaè' menampilkan anekdot pendek berjudul "JaLeg" Meski SRMB bukanlah grup teater murni dan sajiannya hanya berdurasi 15 menit. Namun kemeriahan penonton telah menunjukkan fakta berbeda. Dagangan a-politis yang seakan menjadi sikap kelompok ini, dikemas dengan lugas sehingga tak nampak secara verbal sebagai sebuah cara melawan sistem yang telah usang.
Berbeda dengan dua penampilan di atas, adalah Teater Ego yang telah cukup baik penguasaan aspek dramaturgi, namun hanya terpusat pada dua tokoh sentral. Memaparkan relasi feodal, dimana tuan majikan yang 'menguasai' dunia. Sebuah ironi lain yang getìr dan mengabaikan nasib mayoritas 'warga' dunia. Drama ini bertutur perihal antagonisme klas dalam relasi kemanusiaan. Sekaligus mengingatkan kita pada kearifan; karena betapa pun serakah manusia yang mengakumulasi benda-benda. Pada akhirnya ia hanya membutuhkan sejengkal tanah

- bre kastari

Kamis, 08 Januari 2009

Sekolah mBayar Karep, sebuah Refleksi (2)

Interaksì sosial di kawasan budaya 'urut sewu' telah memunculkan dukungan, termasuk dari kalangan ulama lokal. KH. Abu Darin, K.M. Muttaqien, K. Abu Supyan dan K. Malik Hasyim yang lebih populer dipanggil mBah Limin. Dukungan juga datang dari kawasan tengah, seperti dari Gus Nawawi, pemimpin majlis dzikir SapuJagat. Bahkan juga dari kawasan hulu jauh, ada mBah K. Muchtar.
Dukungan ini muncul lebih disebabkan adanya interaksi pemikiran dan aktivitas spiritual Kajian tauhid dengan pendekatan nalar, acap memunculkan pula tema-tema sosial yang aktual.
Referensi ini mendekatkan ide-ide kepada realita obyektif. Lanskap Kalibuntu bermakna lanskap pemikiran 'pembelajaran' yang membebaskan. Ide wisata spirituil dan pesantren plus pun bermetamorfosa menjadi laboratorium pembelajaran yang mengenal 2acuan: alamiah dan dialektis.

Anggota Komune

Sejatinya tiada istilah 'anggota' dalam SRMB. Sejak berdiri (2003) belum pernah dilakukan pendaftaran anggota, lama maupun baru. Sifat sebagai majlis pembelajaran kolektif, sangatlah terbuka bagi siapa pun untuk masuk dan terlibat, maupun keluar tiap saat. Tak ada aturan formal, kecuali ikatan yang mendasarkan pada kesepakatan bersama. Dalam bahasa lain disebut komitmen. Jadi selama ia berkomitmen, maka selama itu pula masa keanggotaanya.
Diantara yang pernah terlibat proses kerja serta memiliki komitmen itu ada nama-nama:

1. PekikSasinilo 2. Pitra Suwita
3. Toro Mantara 4. Daryono CengKim
5. Daryanto 6. Arif Hudoyo Rbl
7. Retno Budiningsih 8. Ika Puspitasari
9. Erlin Agustine 10. Tofik Pioel
11. Suciptadi 12. Sodikin
13. gus Nur 14. Sarimun
15. Muhtadien 16. Itong Toto K
17. Catur Rante 18. Widhi Sasongko
19. Slamet Eser 20. Theo Darma
21. Yanto Comres 22. Oni Suwito
23. Dodi Dodotiro 24. Untung Wasito
25. K. Malik Hasyim 26. K. AbuSupyan
27. K. M.Muttaqien 28. K. Muchtar
29. Gus Nawawi 30. K.H. Abu Dharin Mst, alm
31. Sumanto 32. Sudarto
33. Galih 34. Mardikun
35. Bechi 36. Purnomo Jati
37. Farida Tan 38. Zein Rafsan Sani
39. Rahmatika 40. Atika
41. Septian Sukmaningrum 42. Elok Alatas
43. Hj. Komariyah 44. Puji Rekso Pamungkas
45. Hasan L. Alatas 46. Darmawan Ri
47. Arifin 48. Bibit
49. Jefri 50. Oki
51. H. Dalail 52. Sukamto
53. Muchriyanto 54. Mardiyanto
55. Nahl Firdaus 56. Nasirudin AM
57. Nashikhudin 58. Dawamudin M
59. Bambang Sucipto 60. Tobi Murdjiantoro
61. Dulqoful 62. Subiyanto
63. Alìsyahbana 64. Ridwan Ali
65. Soni Wijaya 66. Rusmiyati
67. Aris Panji 68. Imam Setianto

Rabu, 07 Januari 2009

Sekolah mBayar Karep, sebuah Refleksi (1)

Sekolah mBayar Karep; adalah bagaimana memaknai 'sekolah' yang esensinya adalah 'belajar' dengan satu syarat, yaitu kemauan.
Sederhana? Ya. Tapi tidak juga. Bahwa belajar itu butuh kemauan, menurut kami; itu fundamental. Kenapa? Karena kemauan itu amat personal dan tak bisa dicari di luar diri. Jadi kemauan memang mesti di'diri'kan pertama. Baru kemudian mencari atau mengadakan syarat-syarat lainnya.
Mendirikan kemauan, sepintas mirip dengan idiom mendirikan sholat; sederhana tapi tidak lah gampang.

Pendirian SRMB

Nah, pada hari Senin, 13 Januari 2003, sekelompok orang yang sejak lama bermunajat serta melakukan aktivitas berkesenian bersama; berkumpul setelah agak lama tak saling ketemu. Belasan orang itu bikin janji bertemu di salah satu rumah, tepatnya di Gg.Tengah No. 31, Kebumen. Dalam pertemuan mana dibìcarakan hal ihwal yang mengarah pada keberlangsungan aktivitas bersama itu. Pada akhirnya disepakati dengan mendirikan semacam wadah pembelajaran bersama dengan nama 'MeluBaè'. Ikut saja, menjadi dasar motivasi pembelajaran.
Kemudian, ide-ide ini dieksplorasi lagi pada banyak pertemuan. Tepat pada saat mana, kelompok ini tengah melakukan kegiatan 'ngamen' musik-puisi di belasan sekolah, dan bahkan pada sebuah acara pasca sidang pleno di DPRD. Ide-ide kemandirian 'Melubae' mendapat peluang disosialisasikan.
Gayung bersambut di luar itu, di kawasan budaya 'urut-sewu' pesìsir selatan Kebumen. Tiga ulama lokal dan beberapa kiai juga telah lama bermunajat. Bagaimana memanfaatkan 'warisan' mushola beserta aula di pesisir Kalibuntu, desa Jagasima, Klìrong. Pergaulan ide-ide dasar ini banyak dikaji di sana, tanpa mengganggu ngamen apresiasi di beberapa sekolah formal.
Jadilah pesisir Kabuaran di Kalibuntu itu semacam 'laboratorium alam' majlis MéluBaè. Maka kajian mengenai dasar-dasar pendirian Sekolah Rakyat dilakukan tiap akhir pekan.
http://www.blogger.com/img/blank.gif
masukkan tag cetak tebal
Interaksi Sosial

Menjalin hubungan sosial dilakukan dengan berkesenian. Musik puisi, pentas rebana alternatif, pentas teater, menyelenggarakan lomba-lomba seni. bahkan turnamen catur. Juga bermain sinetron, hasil kerjasama dengan media lokal, RatihTV, menghasilkan 7 episode guna mengisi paket Ramadhan 1826 H. Banyak orang terkejut, tapi yang paling mengejutkan adalah fakta bahwa biaya atas keseluruhan proses produksi, termasuk editing garapan BrainMultiMedia, hanya menghabiskan tak lebih dari Rp. 7 juta. Pernah menjadi bintang tamu pada Festival Seribu Rebana.
(to be continued)