This is default featured slide 1 title

BEBAL:"FPI"

Kebebalan FPI Banyuwangi yang membubarkan ritual tradisi Sedekah Laut di daerahnya

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Sabtu, 18 Desember 2010

Karedok di Rumah Kosong


Entah karena apa, saya lebih ngeh menjuduli tulisan ini dengan Karedok di Rumah Kosong sebagai catatan apresiatif atas pementasan Teater Ego Kebumen (14/12). Malam itu, pementasan belum lagi dimulai, tetapi aula Gedung Haji, tempat pentas, telah “digelapkan” lebih dulu. Seperti ruang dapur yang sudah tak dipakai masak malam, tapi pemilik rumah amat patuh pada himbauan hemat listrik. Sama patuhnya dengan 70-an penonton yang memasuki dan duduk lesehan, diam, menanti sajian drama tiga babak yang naskahnya ditulis Humam Rimba Palangka.

Di tangan sutradara Putut AS, durasi 45 menit “Rumah Kosong” lebih terasa karedoknya ketimbang menu matengan. Bagaimana ia harus mengolah dalam -rentang 12 hari- proses yang dikerangkai peringatan visioner anti kekerasan terhadap perempuan. Begitu karedok, seperti lotek, mirip lutis. Karena memang terasa betapa bahan-bahan dalam sajian malam itu tak dimatangkan dulu. Sehingga melihat “Rumah Kosong” nampak celah spasial yang menyisakan ruang lega, tetapi mangkrak; tak tersentuh. Dan waktu telah melibasnya, berlalu.

Realitas Tergesa

Realitas yang dipanggungkan melalui “Rumah Kosong” adalah realitas sehari-hari. Humam Rimba Palangka, penulis naskah, mengerti kebebasan yang jadi haknya dalam menulis. Tetapi apakah antara kemengertian dan kebebasan itu menghasilkan situasi estetis yang bakal mampu menstimulus pelaku dan penonton pementasan naskahnya. Itulah makna realitas tergesa. Mungkin memang ini wilayah penyutradaaan. Tetapi, sekali lagi, bingkai pesan anti kekerasan juga jadi muatan yang ditimbang di sana.

Penulis “Rumah Kosong” ini seakan menyorongkan kedaulatan ruang ciptanya kepada suatu sub-ordinari luaran. Yakni tema yang membekuk. Mungkin ia punya puluhan ide liar dan pilihan opsi. Puluhan dan pilihan dalam realitas “Rumah Kosong” nya, adalah realitas yang sipit. Akibatnya, situasi tematik lebih mengemuka ketimbang kebebasan mengeksplorasi aspek estetika. Dan di depan waktu, tak menyisakan kisi-kisi berekspresi.

Saat "produk" ini jatuh ke tangan sutradara, -justru melalui revisi penulisan- dan serangkaian proses serta situasi yang dikerangkai itu, terbentang pasar audiens yang seakan telah menunggu pesanannya disaji. Karedok itu. Sutradara menjadi fihak yang berwajib sekaligus berwenang. Tetapi kewajiban dan kewenangannya semata dimuarakan kepada kebutuhan yang menjamin kiriman pesan itu sampai ke alamat di jagad audiens. Sekali lagi, dalam atmosfir dan tema anti kekerasan terhadap perempuan yang dipersiapkan sosialisasinya.

Padahal, cakupan ruang karya, dikerangkai atau tidak; punya kedaulatan eksplorasi pada wilayah dan konflik-konflik yang potensial bagi syarat pemahaman tematik. Jika perteateran telah jadi sebuah disiplin empiris, semua bakal berinteraksi dengan pemahaman estetik. Perbedaan pemahaman tematik dan pemahaman estetik; sulit berjalan selaras. Dalam makna saling menguatkan. Itulah beban naskah “Rumah Kosong”, realitas tematik yang membekuk. Dan ketika proses belum membebaskan tahapan ini, makin jadilah kesan tergesa itu. Tema kekerasan yang menjadi muatan buat dipahami kadarnya, mengambang di permukaan, tak dalam. Mentah seperti karedok.

Catatan “Rumah Kosong” Lain

Catatan lain atas pementasan Teater Ego yang mengangkat naskah bertema Kekerasan Terhadap Perempuan, yakni “Rumah Kosong” nya Rimba Palangka, makin berwarna. Upaya manis mengusung serpih realitas keseharian di atas panggung, telah membikin Putut AS, seperti Koki yang bekerja tetapi tidak di dapur rumah miliknya. Betapa pun kerasnya upaya itu, tetap belum berkedalaman, bahkan terkesan terengah dikerumuni waktu yang bergulir. Juga, upaya mentransformasikan dua realitas panggung, antara panggung halaman gedung dengan panggung di depan penonton; jadi kurang punya taut yang kuat.

Eko Sajarwo melihatnya sebagai upaya visualisasi yang secara teknis, lemah di semua lini. Unsur-unsur dramaturgi yang tak optimal dieksplorasi, baik secara personal maupun dalam relasi kelompok. Ujung penglihatan kritisnya merambah hingga wilayah teknis. Dan pementasan “Rumah Kosong” disebutnya sebagai tanpa ruh, tanpa greget, lemah karakter penokohan. Para pemain masih sebagai dirinya sendiri dan belum selaku peran lakon yang mesti dimainkan.

Kalaupun pementasan itu diterima dan harus ditempatkan pada visi anti kekerasan terhadap perempuan, kata Pekik Sasinilo, dan menjadi mata dari serangkaian upaya sosialisasi; pun belum bermakna pencerahan bagi audiens. Rupanya ia menangkap keinginan yang mendalam tentang hadirnya sentuhan estetis pada pesan yang ingin disampaikan. Tema ini urung untuk sampai pada pemahaman estetis. Wilayah audiens yang tak diharu-biru.

Sedangkan Pitra Suwita menyebut “Rumah Kosong” sebagai naskah yang “berat” buat sutradara. Bukan berat untuk dipentaskan, tapi berat untuk dimainkan dalam pesan tematik yang menjadi muatan kontennya. Kedaulatan estetis telah dirampas oleh proses yang tak cukup buat mematangkan. Dan keberadaan truk sebagai properti pendukung tak banyak menolong. Secara parsial, ia menyebut pertolongan ada pada peran Kemad yang bermain cukup dialektis.

Ada Anto Batoussae yang terlibat dalam proses. Ia membaca kecenderungan dalam tradisi sastrawi. Pada perspektif ini, penonton teater lebih fokus pada aspek “kejadian” ketimbang “proses” atau konflik di kedalamannya. Dengan analogi lakon klasik “Abimanyu Kerem”, ia menjelaskan kecenderungan dominan itu. Dan pementasan naskah Rimba “Rumah Kosong” ini, lebih didekati dengan dominasi “kejadian” ketimbang proses atau aspek konflik personalnya. Tetapi sebagai sebuah keberanian sutradara dalam bekerja, ia merasa telah melaksanakannya dengan baik. Selamat.

Minggu, 14 November 2010

Belajar Jawa dari Mami Ohishi







Kamis, 30 September 2010

Catatan Komisaris atas teater Perisai

Melihat kembali realitas yang membudaya dan diusung ke atas panggung, betapa pun puru restung kadung membenalu di tiap sendi kehidupan; terasa ada nikmah. Panggung adalah refleksi kenikmatan itu. Dan menonton pementasan "Komisaris Jendral" teater Perisai di gedung PGRI Kab. Kebumen (25/9) malam itu jadi terasa benar henyaknya di benak 50-an penonton teater Kebumen.
Naskah "Inspector General" karya Nikolaj Gogol yang kemudian diadaptasi dan digarap oleh sutradara Edi Romadon menjadi sebuah pementasan panggung ini, amat runut bertutur tentang kebobrokan tata nilai dalam relasi sosial. Saking runutnya bertutur melalui serangkaian pengadegan yang didukung belasan pemeran ini, menyisakan alur cerita yang -meski tak jenuh- nyaris terkesan datar saja.

Spirit "galengan" mBanyumasan

Meski memang tak gampang mengadaptasi sebuah karya gemilang; tetapi memilih bidikan pemikiran Nikolaj Gogol dan respon sosio-kulturalnya terhadap jaman, nampak sukses direkomendasikan oleh Teter Perisai kepada penonton, bukan sebagai protes khalayak terhadap situasi tetapi panggah mewakili budaya salah-kaprah kekinian.
Sang sutradara, Edi Romadon, mencoba meracik sajian komedi situasi ke dalam menu semi karikatural, meski pun harus berhadapan dengan pertanyaan mengenai konsep dan bahkan madzab berteaternya. Jika di wilayah pementasan telah lama dikenal gaya "sampakan" maka bangunan karikatural yang disajikan mirip wayang beber ini, sesungguhnya cukup menggelitik. Edi dengan ingatan kolektif masyarakat agraris di masa lalu merepresentasikan dalam gaya yang disebutnya sebagai "galengan", gaya banjaran di pematang sawah!.
Inilah jawaban jujur kesenimanannya yang pantas menjadi catatan menarik di pementasan bersama Teater Perisai dari Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Pentas yang seperlima bagian akhir durasinya sempat diganggu padamnya listrik. Tetapi sebegitu pun bukannya terganggu dan malahan menjadi bonus alur improvisasi, meski dukungan properti panggung yang dibawanya juga tak berfungsi maksimal. Belum ada gedung kesenian di Kebumen. Dan seperti kejujuran mBanyumas-an yang blakasuta pementasan itu memberikan wewarah keprihatinan yang getir seperti komedi satire kehidupan kaprah.

Sabtu, 13 Maret 2010

Dialog Seni

Obrolan Budaya
Bale Kelurahan Kebumen, 
Sabtu 13 Maret 2010, jam 20.30 wib – 23.25 wib
Peserta: Teater Ego, Teater Ilir, Basatu, SRMB, Teater Gerak, BoeMI, indipt,

Susunan Acara:

Putut
Pembukaan:
- Salam
- Kita berkumpul untuk ngobrol, format santai, ga protokoler dg tema: sebagaimana dibicarakan pada GPT-2 yang terpotong dahulu itu.
- Bagaimana agar bisa berlanjut ngobrol, begitu alasannya, kegelisahan teman2, ada sesuatu yang selalu layak untuk diobrolkan
- Evaluasi atau Refleksi
- Mungkin telah separuh lebih yang telah datang saat ini
- Inisiator, Ego dan SRMB.
- Peserta: Basatu, non teater Boemi, Teater Ilir, dan sebagainya.
- Dipersilahkan SRMB untuk menyampaikan sajian pembuka, musik-puisi atau apa saja. Dipersilahkan.

SRMB Membawakan sajian Musik-Puisi dari Antologi “Kuputarung”
- MP: hasbunnalloh wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’mannatsir
- MP: Lelaki dan Pembasmi Serangga
- MP: Doa-Doa Sang Durjana

Pitra Suwita - Berharap masukan dari sekalian yang hadir
- Dipersilahkan Putut dan Pekik untuk mengawal dialog ini.

Pekik
(20.50 wib)
- Terimakasih, selamat datang, selamat malam
- Ditawarkan, bagaimana formatnya, seperti apa?
- Silahkan, masukan dari sekalian yang hadir.

Lina Boemi - Sepakat untuk mengobrolkan persoalan.
- Mau di bawa kemana teater Kebumen, problem pemerhati dan anggaran yang terbatas

Pekik
- Refleksi itu penting untuk belajar berikutnya..
- Kepada Putut dan Syahid juga dipersilahkan

Sharing ( Aris )
- Berharap dari panitia memberikan prolog dulu, supaya jelas..

Teater Gerak - Terimakasih, bahwasanya bagaimanapun, berangkat dari masalah
- Dari awal kita seleksi dulu, kepanitiaan, teknis pelaksanaan, begitu kurang lebihnya

Putut
- Terusterang, awalnya, paska GPT 2009, ngobrol dg ArisPanji, paska acara selalu ada evaluasi.
- Tapi paska itu terlewati s.d 2010, pada awalnya, berharap akan ada sebuah event tahunan yang rutin. Tak terjadi evaluasi s.d penyelenggaraan GPT-2
- Pasca itu apa terulang lagi; membicarakan tema. Bukan sekedar membicarakan event.
- Sedikit menghantarkan, proses GPT-2, dipersiapkan selama 2,5 bulan.
- GPT-2, lepas dari kekurangannya, terpublikasi hingga merambah Kedu-Banyumas, 13 komunitas mentas di sana
- Melihat antusiasme ini, perlu tindak-lanjut, silahkan dari Ketum Syahid

Syahid elKobar
- Tak jauh beda dengan Putut, terlepas dari kekurangan kemarin, kegelisahan tentang kegiatan2 GPT yang jadi agenda FopSet yang sudah 2 kali jalan, dan direncana tahunan
- Kegelisahan pertanyaan: dilanjutkan atau tidak, bagaimana bentuknya?

Putut - Tambahan, forum ini punya 2 sessi
- Pertama, evaluasi kemarin; Kedua, follow-up apa yang akan dilakukan setelah ini, dengan keyakinan dapat dilakukan bersama
- Tawaran 2 pilihan; acara kemarin dihentikan atau dilanjutkan. Kemarin tidak berkomunikasi secara keterbukaan dengan keseluruhan pekerja teater Kbm

Kang Juki
- Yang harus dijawab sendiri, sebagaimana tadi disinggung Lina, soal keterbatasan.
- Menurut saya, pertama, mencintai dulu, kedua, optimis dapat melakukan—peluang apa, apa pula kendalanya
- Bukan bertanya: mau dibawa kemana teater Kebumen, agar terarah mesti diimpikan puncak macam apakah kehidupan terater di Kebumen
- Jika kita bisa tentukan itu maka akan jelas,
- Keinginan teater pentas di Jakarta, ada 2 tempat TIM atau di GKJ, misalnya kita punya target ke situ, bagaimana agar bisa diagendakan. Kan jelas.
- Kebumen bukan cuma gudang babu, lalu dalam hal teater, mau sekedar membuat aktivitas rutin atau mau go internasional.
- Banyak tempat/institusi, seperti Universitas Pelita Harapan, bisa untuk pengembangan teater, jangan cepat putus asa, saya yang bukan pekerja teater aja, optimis..jika saya bisa bantu, saya lakukan semampu..

Lina
- Ketua komunitas motor, sepertinya gak nyambung, tapi perlu rangsangan agar ada nafsu berkesenian, penting di reng-reng sejak sekarang, supaya tidak “babak-bundas”
- Pernah ke Komisi C, bicara tentang masa depan teater, bisa enggak, mengawal dari musren desa, menggolkan sedikit kepentingan teater.
- Ingin merangsang sejauh mana teman teater Kebumen untuk menghidupi berkeseniannya

Ikra- Ilir
- Fokus evaluasi jadi melebar kemana-mana, fokus bagaimana ke depan itu juga makin tak jelas.
- Satu hal, kita sama pecinta seni,
- Kegelisahan kreatif, tentu butuh ruang.
- Evaluasi agar tuntas dulu,
- Yg datang di sini punya komitmen untuk memajukan seni di Kebumen?
- Jika ya, terus bagaimana?
- GPT ruang yang sangat bagus, ke depan bisa diteruskan lagi, seperti kota2 lain. Punya ramuan2 yg lebih bagus, kita bisa belajar. Ada seni musik, seni rupa, di Kebumen ada semua itu, cuma tak terakomodir.
- Apa yang telah terjadi kemarin, bisa jadi pelajaran kita
- Jika tadi , kata Lina persoalan anggaran sebagai problem, maka itu dapat dilalui dengan kecintaan
- Penting ke fokus tentang evaluasi dan apa yang dilakukan ke depan
Pekik - Sepakat dengan Ikra, meski tadi telah ditanya apa mau dilanjut atau tidak, lebih bijak.. bahwa apa yang akan dilakukan nanti pada sessi ke 2 saja.
Saring - Applaus untuk panitia GPT, nyatanya teman2 bisa fasilitasi kelompok lain
- Teman2 yang selama ini ngaku senang teater, maka berani korban, jika cinta, maka berani korban dalam bentuk apa pun dan kapanpun
Putut - Mungkin ga tepat jika diserahkan dilanjut atau tidak
- Ingin saya paparkan, dari 13 kelompok yang ada, fakta respon dari luar, seperti Wonosobo, 40 orang, datang dan mentas.
- Magelang, ada even bersama, meski tak bisa datang, tapi ada ucapan selamat, Temanggung, Purworejo datang teman2 dari UMP.
- Lanjut atau tidak kami tawarkan pada semua..
- Purwokerto, 3 yang datang, 2 yang mengapreasi; itu fakta2 yang menggiurkan; maka saya menawarkan, forum itu bukan milik panitia
- Hal2 teknis seperti publikasi ga maksimal, dst..
- Ada impian saya ke depan; saat ada undangan dari seperti Purworejo, di sana ada keinginan untuk terjadi komunikasi intensif, maka jika saat ini tidak dishare, maka eman2.

Ubaidilah
- Jika mau dievaluasi seperti GPT yl, maka saya malu. Hanya begitu, saya ga bisa total, teman2 sampai “nyrememeh” begitu; merasa tak bisa memberikan yang terbaik pada event itu.
- Aku bisa apa di situ, peran apa?
- Kedua, model pengelolaan seperti apa? Sebab dari dulu hanya itu2 saja, penting dishare, bagi peran, maka seperti apa?
- Teater memang datang dari komunitas kampus. Jika di desa2 kita lihat wayang didukung oleh masyarakat, lewat event2 budaya suran, dsb. Itu contoh menarik untuk diserap.
- Kemarin ada seni lukisan, yang juga bergabung dengan yang lain, di pasar senggol juga begitu; apakah marketabel atau tidak, yang akan di lihat secara jujur. Kita penting mulai memanage sehingga tidak tersiakan.

Pekik
- Begitulah

Saring
- Nambahi sedikit, sebagai penikmat, jika ditanyya apa mau dilanjutkan ato tidak, maka dilanjutkan
- Tinggal bagaimana kemungkinan regenerasinya, shg bisa dinikmati lagi pemenatasan teater di Kebumen.

Pitra
- Jika bolej jujur, pertama menggagas Arisan Teater, sebenarnyya telah terkonsep dg baik. Dimana ada pementasan bergilir, messki Cuma hingga 4 saja; diakui memang ada kurangan dalam hal berkomunikasi.
- Belum berani tampil sebagai ujungnya.
- Dilanjutkan FopSet, dg keberanian. Jujur saja, ada ego masing2 kelompok itu. Tapi jika diminta, maka akan dengan senang hati. Sioalnya adalah minimnya komunikasi.
- Sbgmana, kata Putut, ada 9 hingga 10 kelompok teater di Kebumen
- Ini mestinya, ego masing2 kelompok akan terjembatanai dg komunikasi yg optimal.

Jukii 
 - Saya belum bisa melihat, gpt di luar panggung
- Di GPT, terlalu panjang, capek, terjebak nagntuk, jika ddiperpanjang hari, kendala dana mungkin; bgmn bagi awam dapat menikmati seutuhnya, missal dg adanya sinopsosis dsb.

Putut
- Mulai mengerucut, sulit mengatakannya, tdk se simple apakah GPT terus ato tidak
- Tak seperti Arisan Teater yang memang dibicarakan dan disepakati sejak awalnya; bgmn acara tu bisa berjalan sam[e selesai
- ada banyak perwakilan, mala apakah kita perlu wadah atau tidak?
- Jika diregulasikan, ada hal teknis yang bersinggungan dg agenda kelompok2, spt SRMB dg launching buku yl
- Bgmn menyikapi selanjutnya, soal komunikasi bantuan, kemarin eamng tak enak, kawartir ganggu agenda kelompok yang ada itu
- Kang Juki, bayangan saya, jika pentas digelar banyak malam, dg resiko bengkak biaya, maka ada data n fakta tentang pasar yang menjanjikan, tp tm2 tdk mampu memanagenya
- Tentang ego kelompok, amat terasa di Kbm. Perlu langkah terumus ke depan, jk GPT lanjut, maka formatnya seperti apa?
- Kre depAnnya, mungkin GPT dapat bicara lebih luas lagi.
- Malam ini sebagai evaluasi, kurasa telah jelas; persoalannya tidak sesempit itu
Ucok Ilir - Intinya, disini, dari kita siapa yg berani jadi ujung tombaknya, jk hal itu jd problem, maka knp kita ga berani tunjuk jari saja, missal siapa jadi pemimpinnnya.
- Dari sanggar Ilir yang di Jikja, mungkin hanya bisa membantu, teknisnya, akan sellau siap, missal jika dari panitia minta sekian titik lampu, dst

Lasmin Aris
- Masih terlalu bayi dlm teater, baru sekali bertemu langsung dg pegiat seni Kbm, saya lemig sering di Pwrj. Bergabung dg teater Surya Pwrejo.
- Diminta ikut GPT yl, keinginan mengenalkan diri dg masy Kbm, kebetulan jg saya mbimbing di Basatu Kbm.
- Ingin ada parade, dan berkembang jadi festival di Kbm ke depan.

Rimba
- Apakah setelah GPT aka nada lagi ato tidak, itu sudah muncul sejak GPT 1; jika kini muncul lagi, saya sepakat bukan soal dilanjutkan atio tidak; ada semacam kejenuhan jika sekedar pentas, tanpa mengetahui apa yang disampaekan kpd penonton.
- Memahami pesan apa yang akan disampaikan, pemting dibicarakan bagaimana konsepnya
- Ada semacam singkron, ada pementasan dg konsep pentas teater untuk rakyat; perlu konsep lebih luas luewes lagi, missal dg pentas out-door, fdi lapangan, di desa, dsl.

Putut
- Dlm GPT-2; ada ketidakmungkinan terkait teknis penyelengaraanya
Pekik
- Telah cukup dikritisa, termasuk .. tinggal soal kelanjutan apa yang akan dilakukan ke depan, silahkan sumbangsaran, gagasan dan wacana.
Ubaidilah - Perlu rumusan waktu setahun sekali
- Jika ke bentuk festival, masih belum mungkin, karena logika festival adalah logika tarung.
- Di 2011.. bisa di format lebih jwelas lagi..

Lina
- Hanya satu kata, cinta, sinergitas kerja, kapan ketemu lagi untuk dapat dilakukan

Agus Anyar
- Duduk melingkar, satu komitmen, sebetulnya kita sudah satu suara, bgman meneruskanaktivitas utk terus eksis
- Kaya GPT, bagi saya, Cuma wadah. Jika tahun mendatang akan seeperti ini, maka ya tetep GPT.
- Jika dalam perkembanggannya sampe saat ni, GPT tdak mengakomodir lebih luas cakupannya, maka pperlu dibahas lagi
- Beberapa komunitas, lebur jadi satu dan membawa Kebumen ke kancah luas
Tajib - Perbincangan tadi menarik, dulu Arisan Teater sejak 2003, sering konek dg teman2 yang tua.
- Dulu ada tmn2 yang aktif di lsm, berlaku nafas: jika politik menghancurkan kita, maka puisi yang menyembuhkannya.
- Kenapa dari dahulu, problemnya sama saja. Tetapi apakah nafas sekarang masih sama?? Atau berbeda, berbeda bisa rtidak baik, dan bisa lebih baik.
- Persoalan berkesenian, ada dua wilayah: ada aktivitas berkesenian, ada kepanitiaan.

Putut
- Kapan kita akan berproses bareng, ada proses berkesenian, ada managemen sajian (kepanitiaan)
- Kekuatan manajemen orang banyak itu lebih punya kekuatan, maka penting untuk dishare sebagai energy yang tak ada habisnya.
- Kapan dan Dalam event apakah kita bisa barenmg. Saya tak setuju model arisan, tapi lebih merupakan kapan kebersamaan

Pitra - Sekedar tambahan untuk meluruskan terkait pelaksanaan arisan teater

Putut -

Tajib - Kumpul, waktu itu, pengertiannya tidak harus pentas, ngobrol saja ada banyak hal bisa digagas. Missal diagendakan meet tiap bulan..
- Tadi pagi saya mengundang “Cah-Angon”, tereksplor etos kerja, dari menggembala minsul bagaimana kita menggali sumber daya.


Yayat 
 - Forum spt ini amat baik. Da kmntas2 d KBm, knp kita tidak bersama2.
- Beberapa saat lalu di ged PGRI, kesannya “one man show”, berharap dari ruh ini tercipta kesatuan, bukan lagi spirit/sentiment kelompok.
- Kapan sih Kebumen punya keelompok yang besar?

Putut
- Sbnrnya, kesan itu, knapa garus cape2. Maaaf, jika ga dibicarakan pun tetap berjalan. Apa yang saya lakukan akan saya fdapatkan.
- Soal ini diselesaikan dulu, seseorang tak isa menjadi sednirian. Butuh forum yang lebih besar untuk membicarakan kebudayaan yyan g cakupannya lebih luas.
- Kita belum punya kapasitas, itu pentingnya dibicarakan bersaama
- Pd dasarnya, selalu ada event bersama un tuk diilakukan bersama juga
- Saat semua ini tiidak dishare, maka itu berarti melanggar hak banyak orang
- Pembicaan semacam ini bertujuan agar semua tidak nggrambyang lagi

Eko Wahyudi - Terimakasih. Bicarakan komunitas yang inilah saja. Sudah ketemu pemikiran bhwa kita mau jalan bersama
- Kongkret, missal januaru kita melaakukan apa? Atau kapan?
- Bisa gak, banyak elemen ini disatukan jadi satu kekuatan saja? Saat bicarakan ini, kepingin terus saja.

Pekik - Pada malam ini belum ada sepakat, apa yang akan dilakukan ke depan

Tajib - Saya malah sepakat dengan melakukan uini, ada bincang2.

Pekik - Pada akhirnya kita butuh spirit kebersamaan
- Malam ini ada dukungan riil dari semua pihak yang ngumpul di sini
- Meski ada target kesepakatan, tapi sepakat ada meeting lanjut untuk share bersama dan berlanjut
- Malam ini paling tidak ada sepakat untuk berkumpil lagi dan kapan

Eko W 
 - Usul lagi, kapan, walau sekelumit, kita punya gagasan bersama. Tinggal kapan, ada gambaran awal sekaranmga mau apa besook, kapan, di manaa.
Syahid - Kalaupun kita mengadakan pertemuan lg, ada stu permasaalahan yang harus diselesaikan.
- Persoalan untuk adakah, penangkpan saya, dari sejarah, dari arisan teater,, kemudian fopset, maa saat akan ngomong apa pun ga enak, sebgai fopset berharap di forum ini disepakati, tapi bentuk apa, wadah apa, yang disepakati. Ini lebih baik dulu, tanpa bicar ego komu.
- nitas aatau apa tapi penting disepakati

Pekik
- Monggo, apa yang kitra2 disepakati, cukup omong2 spt ini?

Juki
- Perlu disepakati, format seperti apa ke depan

Putut
- Agak pesimis dengan agenda yang ga dijadwalkan, itu penting dilakukan hari ini

Tajib
- Seperti itu bagus untuk tetap dilakukan, seperti GPT. Fopset juga ga masalah, krn itu adalah salahsati bentuk kongkret, dimana tmn2 bisa berkoar. Itu tatap saja, kalau konteks seperti ini amat perlu, minimal, kontak rasa
- Dari forum spt ini, dapat membincang cakupan lebih luas lagi, missal jk omomng tradisi, kan cakupannya lebih luas. Spt ekbudayaan itu kan sangat luas..
- Sxaa berharap, pemkab sedang nhangat, maka kita ya ikut hangat. Ngomong apakah pemkab punya peduli kebudayaan, missal.

Pekik
- Dua sepakat, pertama, kesinambungan komunikasi
- Sebuah agenda yang konkret dan absurd. Konkretnya, aktivitas kaya GPT perlu dilanjut disertai forum2 diskusi seperti ini. Yang secara budget lebih murah. Dan diagendakan secara rutin
- Tawaran Boemi, ketempatan, boleh kita sepakati?

Peserta
- Ya, sepakat.

Tajib
- Saya menawarkan, ngomong dengan Syahid, mau ngadakan acara nonton film, sekita 20 film. Malam pertama, yuk, baca puisi, tema pluralitas, atau tahlilan, rencana sekitar April, tapi pas pilkada. Dan ketiga, pentas.
- Desain yang disiapkan, teman2 yg tterlibat kita record, dan share secara luas sebagai kerja teman2 dengan tema keberagaman

Pitra
- Dikonkretkan, tawaran yang mana dulu. Jika indipt, april; maka Boemi sendiri bagaimana?

Lina - BoeMi siap kapan saja.

Pekik - Kita sepakati tawaran Indipt diterima dan dilakukan lebih dulu.
- Kita akhiri dulu, setelah ini ada obrolan bebas, silahkan saja..
- Tertimakasih, Alhamdulillah. 
Selamat Malam, salam budaya.

Obrolan Budaya 2010

Puluhan pegiat teater Kebumen, malam ini berkumpul di Bale Kelurahan Kebumen, Sabtu 13 Maret 2010, mulai jam 19.30 wib; untuk menyelenggarakan acara "Obrolan Santai". Agenda ini sekaligus merupakan upaya melanjutkan lagi aktivitas perteateran di Kebumen yang seperti kolaps paska Arisan Teater I-IV dan Gelar Pentas Teater FopSeT I-II.
Hasil Obrolan diharapkan menjadi referensi bersama para pegiat teater daerah, khususnya Kebumen, seputar kemungkinan-kemungkinan yang paling bisa dilakukan secara bersama dalam waktu-waktu yang akan datang. Sekaligus ini merupakan upaya refleksi dan mengevaluasi aktivitas teater yang telah dilakukan; secara kelompok maupun lintas kelompok selama ini.
Acara dialokasikan menjadi 2 bagian. Sessi pertama, refleksi dan evaluasi aktivitas berkesenian. Kedua, sharing gagasan dan sumbang saran untuk membuka peluang aktivitas bersama yang bereksinambungan. Di sela sessi ini juga diisi dengan penampilan musik-puisi yang disajikan oleh SRMB. Puisi-puisi yang dimusikalisasikan diambil dari Buku Antologi Puisi "Kuputarung".
Komunitas teater yang diundang untuk hadir, diantaranya: Teater Ego,Sanggar Ilir, Teater Gerak, Teater Kelir, Teater Smenven, Guyub Larak, Teater Petrasa, Komunitas Mata-Baca, juga pegiat kesenian yang ada. Acara ini difasilitasi oleh Sekolah Rakyat Melu-Bae dan FoPSet.

Sabtu, 16 Januari 2010

Catatan dari GPT-FoPSeT 2010

Menikmati pagelaran teater di Kebumen masih merupakan kesempatan yang tak sering terjadi. Terlepas dari problem klasik berkesenian, yg di pundak Forum Pekerja Seni Teater (FoPSeT) sendiri terasa makin tak ringan. Sehingga 'forum' ini dihadapkan pada situasi yg sulit yg mengikis keberlangsungan program tahunannya. Tetapi apa yg telah dilakukan, setidaknya selama 2 tahun terakhir ini telah memberikan kontribusi dalam mendorong adanya syarat2 hidup berteater di Kebumen.
Maka saat perhelatan 2 hari, Jum'at dan Sabtu, 15-16 Januari 2010 itu digelar di gedung PGRI Kebumen; menjadi sebuah gelaran yg mena
rik buat disimak. Sebanyak 13 kelompok teater menjadi partisipan di sana. Bahkan bukan hanya kelompok teater dari kebumen saja. Setidaknya terdapat 4 kelompok teater luar kota seperti dari Wonosobo, Purwokerto dan Jogjakarta ikut serta.
Berikut adalah catatan kecil atas kiprah ke 13 kelompok teater yang berpartisipasì.

Sanggar Ilir Jogjakarta

Saka Pandu Wisata Kebumen

Batik Sakti Satu

Teater 'Banyu' Wonosobo

Sanggar Mandiri Depokrejo

Rabu, 13 Januari 2010

7tahun SRMB

Menandai 7 tahun SRMB, puluhan pegiat ngumpul di sekretariat komunitas inì, dimulai jam 20.30 wib.