Minggu, 31 Mei 2009

Gelar Musik Puisi "Kuputarung"

Beginilah tata-gelaran panggung Musik Puisi yang diselenggarakan malam itu, yang sekaligus merupakan malam acara launching buku antologi puisi "Kuputarung". Antologi puisi yang memuat 37 karya dari 4 penyair yang bergiat di Sekolah Rakyat MeluBae; 6 dari 9 diantaranya dikemas dalam sajian musik puisi. Acara yang telah dua kali mengalami pengunduran jadual ini, pada akhirnya digelar seiring dengan hujan di luar joglo. Dan hujan di luar itu pun tak ada yang bisa menghentikannya, sebagaimana acara sastra yang terselenggara.


Penampilan DARYONO CENGKIM. Penyair yang usia dan kepemulaannya termuda ini menyokong 9 puisi karyanya dalam antologi puisi "Kuputarung", malam itu membacakan 3 puisi.
Satu karya lainnya, yang merupakan karya eksplorasi serta dinukil dari interpetasi tembang shalawat, bertajuk "khasbunallah wa ni'mal wakil, ni'mal maula wa ni'man natsyr" dimusikalisasikan pula. Meskipun menjadi beda bukan tujuan semata, tetapi intervensi musikal telah membikin capaian tafakur puitik sesaat dalam kemesyukan.
Persoalan apakah dengan cara demikian lebih memudahkan penyampaian pesan kepada audiens; sedikit banyak harapan itu terkanal.



DODOTTIRO. Penyair yang juga pengamen jalanan ini, semula nervous jika harus tampil membacakan puisi karyanya. Ia memang menulis 7 puisi dalam antologi pertama terbitan SRMB. Tetapi tokh bapak satu anak ini mampu menguasai dirinya. Gayanya tenang, seperti mantri klangsir tanah yang mengulang mantra syair hadrah di dua tempat; pesisir dan padang pasir. Di era sebelumnya, ia mewakili komunitas yang betah bermalam-malam, begadang di gang suram, yang boleh jadi bakal mencibir saat menengok orang membaca puisi di ruang tertutup. Namun ia punya catatan filosofis lawas tentang masa belianya. Dan saat ia memutuskan bergabung dengan kelompok, saat ia merasa memasuki ruang yang lama direka dalam angan mudanya.



Beginilah gaya PEKIK SASINILO, mengaduk rasa sendiri sebelum mengharu-biru emosi audiens. Penyair yang terbanyak menyokong puisi dalam antologi "Kuputarung" dengan 12 puisi tulisan antara 1982-2009 ini; begitu matang. Meskipun ia sibuk juga sebagai seorang pendidik, tetapi tak surut keinginannya untuk menjadi penulis yang baik. Kesadaran itu berjalan seiring kesadaran bahwa faktor usia bukanlah kendala. Mencintai dan menjaga silaturahmi merupakan salah satu upaya. Salah satu judul puisi karyanya memang menjadi tajuk buku antologi ini, tetapi itu bukan rengkuh capaian akhir dari proses panjang yang telah ditempuh.



..Panggil aku Tan Moei.. teriak PITRA SUWITA; dan jangan panggil aku cina. Tawaran perspektif baru dalam melihat sentimen ras primordialsm yang dalam logika lama menjadi salah-kaprah. Sebagai pamong pengampu fungsi kultural di lingkungan, ia menyerap pembelajaranan sosial dari keseharian hidupnya.
Malam itu, ada yang berbisik perlahan, bahwa puisi tulisannya itu sebagai yang terbaik. Boleh saja, tetapi jika ia tengah berteriak, mana mungkin ia dengar orang mengelukan demikian ?
Ia nampak menjadi pembangun logika baru di sana, meskipun semua tahu bahwa urusan berpuisi bukan semata urusan logika. Penyokong 9 puisi pada antologi "Kuputarung" ini rajin memfasilitasi majlis.



Tak ada murid yang paling gelap sekalipun, di SRMB, yang tiada takjim pada Kiai sepuh ini. Namanya MALIK HASYIM atau lebih populer dengan sebutan mBah Limin. Ia memang Guru Tauhid yang tak pernah menggurui murid. Jika keimanan adalah sikap, maka kesehariannya adalah keteladanannya yang paling lekat. Seorang spiritualis di kawasan pesisir "urut-sewu" ini juga disegani para ulama. Pecinta majelis yang meyakini semua kesembuhan ada di sana.
Petuah kearifan juga sering mengalir dari penuturannya yang jenaka, maka fungsi penasihat tanpa disebut, telah lama bertaut. Pamong aktivitas spiritual lapanan SRMB ini menjadi imam yang bersahaja, sebagaimana keinginannya yang menyatu sejak pendirian Sekolah Rakyat MeluBae.



Namanya AKHMAD NUROKHIM, pemilik dan pengelola studio musik "Bulles Kreteg" di Logede. Dalam gelaran musik puisi "Kuputarung" ini, perannya lebih banyak meramu nada. Sebagai komposer, ia juga bisa nyanyi banter. Kecintaannya pada pembelajaran ia wujudkan pula di rumahnya, dengan memberikan les-private, kursus olah vokal, pelatihan perkusi dan belajar gitar.
Ia menjadi motor yang mendinamisasi pembelajaran kolektif di Sekolah Rakyat MeluBae, terutama dalam mempersiapkan acara launching buku antologi puisi perdana dengan referensi bermusiknya.



TORO MANTARA ini seorang yang jeli pada musik. Makanya ia mengambil peran besar dalam kerja mengaransement musik puisi sejak SRMB berdiri. Ia pula yang mengusulkan nama "MeluBae" di sana, dengan diksi yang kental pada isi, proses dan aktivitas kelompok, ketimbang nama besar. Falsafah lain yang sering jadi acuan mengolah suara, adalah bahwa sunyi itu pada dasarnya adalah musik! Pria yang memilih tetap melajang sampai detik ini, adalah pembelajar tai-chi dan pemain catur.



Inilah Trio Vokalis SRMB yang belia. WAHYU SEPTIA KURNIASIH dan SEPTIAN SUKMANINGRUM serta HIKMAH SUBEKTI. Mereka belum lama bergabung, tetapi intensitasnya kian terpupuk saja. Pembelajaran menjadi amat penting untuk dapat menjangkau segmen muda dengan segala impiannya.



Sepintas ia cuma pemasang pamflet di jalanan. Padahal INDRIOTOMO BRIGANDONO adalah seorang disainer grafis. Tetapi juga gemar nulis, intens berteater dan bertahan untuk membujang. Disain cover untuk sampul buku antologi puisi "Kuputarung" adalah salah satu hasil karyanya.


2 komentar:

  1. haha...
    ga nyangka da juga tho kegiatan sastra di kebumen. sing aku ngerti lan mbene bae kenal piayi jatimulyo yang dah manula itu tapi tetep necis n klimis, bisa maca puisi ta..
    weleh-weleh ga nyangka temenan..
    ta' dukung kang kene, aku wis adoh siki tapi tetep bumen asli kakang.
    matur sembah nuwun..

    BalasHapus
  2. Salam semoga Hidayah dan Barokah Allah swt, tercurah untuk Mas Jabrig.
    Wass. Kendhil.

    BalasHapus