Selasa, 26 Desember 2017

Keunikan Secangkir Kopi Klotok

26 Desember 2017



©Akmal Taqy/Bal

Bangunan dengan lantai keramik bermotif catur berwarna hitam-putih berdiri di pinggir jalan daerah Deresan. Orang-orang sedang duduk dan ada pula yang mengantri untuk memesan. Tampak juga beberapa orang duduk lesehan beralas tikar di atas trotoar jalan yang berada di antara bangunan dan Selokan Mataram. Para pelayan terlihat sibuk melayani pelanggan sambil menuangkan kopi ke gelas-gelas. Di sudut dinding sebelah tangga, tertempel foto bubuk kopi dan potret lawas kota Yogyakarta sebagai hiasan. Spanduk hijau besar bertuliskan Sego Macan tergantung di depan bangunan bertingkat dua tersebut.

Pada tahun 2007, Kacir bersama dua temannya menggagas usaha kuliner kopi. Ide mendirikan usaha kuliner kopi berawal dari jarangnya warung kopi yang ada pada waktu itu. Selain itu, berdirinya usaha kopi tersebut juga dipengaruhi kehidupan kuliah Kacir yang aktif di sanggar teater. Sanggar teaternya memiliki tradisi bagi anak baru untuk meracik kopi dan teh.
“Anak-anak baru digojrok untuk bisa meracik teh dan kopi, kalau tidak sesuai dengan takaran senior biasanya dibuang,” tutur Kacir.
Kacir, yang bernama asli Nasrur Rohman, mendirikan warung kopi di Deresan, Utara Fakultas Peternakan UGM. Sejak pertama kali berdiri, Kopi Klotok adalah fokus bisnisnya, bahkan awalnya Sego Macan bernama Kopi Klotok tapi berubah seiring berjalannya waktu. Kopi Klotok adalah kopi yang dibuat tidak diseduh seperti kopi pada umumnya, tetapi dimasak dengan cara direbus. Saat proses perebusan, bubuk kopi yang hampir matang akan mengeluarkan bunyi klotok, klotok sehingga dinamai Kopi Klotok. Bubuk Kopi yang dipakai Kacir dalam membuat Kopi Klotok diambil dari Blitar.

Kopi Klotok di Sego Macan menjadi unik karena adanya penambahan rum ke dalam kopi saat selesai dimasak dan siap untuk dihidangkan. Rum merupakan olahan yang didapat dari hasil fermentasi gula. Bagi Kacir, dengan adanya penambahan rum, Kopi Klotok yang tersedia di Sego Macan memiliki perbedaan dengan Kopi Klotok yang berada di daerah lain. Selain itu, Kopi Klotok di Sego Macan adalah kopi bercampur miras pertama di Yogyakarta.
“Saya ingin menyuguhkan sesuatu yang unik,” tambahnya.
Kacir memilih rum sebagai campuran karena rum adalah miras yang paling sesuai. Rum tidak seperti miras lain yang dapat dengan mudah dikenali lewat aromanya. Namun dalam perkembangannya, Kacir pernah mencoba mengganti rum dengan campuran miras lain. Anggur putih pernah dipilih sebagai campuran, tapi karena mahalnya harga dan rasa yang tidak sesuai menyebabkan anggur putih diganti kembali dengan rum.
“Kadar alkoholnya lebih rendah, jadi ketika perbandingannya harus 50 banding 50, kopinya kalah,” tambah Kacir.
Sebenarnya, pemberian nama Kopi Klotok diperuntukkan bagi kopi yang direbus, tanpa memandang apakah kopi tersebut diberi campuran rum atau tidak. Tetapi pada kenyataannya, pelanggan terbiasa dengan label bahwa Kopi Klotok adalah kopi yang dicampur dengan rum. 
“Pelanggan sudah familiar bahwa Kopi Klotok itu kopi yang dicampur rum, makanya ketika ada pelanggan, selalu ditanyakan mau pakai klotok atau yang biasa, akhirnya itu terjadi sendiri,” tutur kacir. 
Awalnya, penambahan rum di dalam Kopi Klotok hanya sebanyak seperempat sloki (gelas berukuran kecil). Namun, pelanggan mulai meminta agar takaran rum ditingkatkan. 
“Mau tidak mau idealisku kalah dan aku tidak bisa memungkiri itu, ketika aku berniat idealis berarti aku tidak berniat jualan,” ungkap Kacir. Hingga kini terdapat empat tingkatan penambahan rum, yaitu medium, strong, jumbo strong dan double strong yang berkisar antara 13 ribu sampai 27 ribu rupiah.
Pada mulanya, penambahan rum berfungsi sebagai penghangat dan penguat aroma yang bertujuan memberikan rasa rileks. Meski begitu, acapkali ada pelanggan yang datang ke Sego Macan dengan tujuan mabuk. Kacir mengantisipasi hal ini dengan memberikan batasan kepada pelanggan yang telah kelewat batas dalam memesan. 
“Kalau sudah tiga gelas double strong, pesanan keempat saya suruh bawa pulang,” tegasnya. Kacir melakukan hal tersebut agar pelanggan yang terlanjur mabuk tidak menimbulkan keresahan bagi pelanggan lain.
Berkenaan dengan kemampuan mengolah kopi, latar belakang Kacir di sanggar teater turut mempengaruhi kemampuannya dalam meracik Kopi Klotok. Salah satunya adalah soal seni olah rasa yang diterapkan dalam pembuatan kopi. Menurut Kacir, seni meracik dengan suasana hati yang tidak enak akan mempengaruhi cita rasa sebuah kopi. 
“Ketika suasana hatiku lagi tidak enak, aku coba bikin dengan takaran yang sama, rasanya berbeda,” ungkapnya.
Dengan alasan ini pula Kacir memberi kelonggaran kepada krunya jika sedang dalam kondisi suasana hati yang buruk agar segera istirahat demi mempertahankan cita rasa kopi.

Sikap menjaga suasana lingkungan kerja di Sego Macan ini bukan hanya mempengaruhi cita rasa kopi, tetapi juga atmosfer kenyamanan yang dirasakan pelanggan. Bebeh, salah seorang pelanggan, mengaku merasa nyaman dengan suasana bersahabat antara pelanggan dengan staf di Sego Macan. Hal itu dapat ia rasakan misalnya ketika Sego Macan mengabari bila memiliki menu baru. Hubungan baik antara pelanggan dan staf ini berdampak positif pada pelanggan yang akhirnya nyaman dan bertahan lama di Sego Macan bahkan melakukan kegiatan reuni untuk bernostalgia.
 ”Setahun sekali mereka datang rombongan dan bernostalgia,” tambah Kacir
Danu dan Indra, yang datang bersama ke Sego Macan, justru mengaku memesan Kopi Klotok agar dapat berhenti dari kebiasaan mereka mabuk-mabukan. Upaya untuk mengurangi kebiasaan mabuk-mabukan dilakukan oleh mereka berdua secara bertahap dengan cara berhenti meminum miras asli dan beralih ke Kopi Klotok. “Dengar ada kopi dicampur rum seperti Kopi Klotok,  langsung kami datang,” tutup mereka berdua sambil tertawa.

Bangunan dengan lantai keramik bermotif catur berwarna hitam-putih berdiri di pinggir jalan daerah Deresan. Orang-orang sedang duduk dan ada pula yang mengantri untuk memesan. Tampak juga beberapa orang duduk lesehan beralas tikar di atas trotoar jalan yang berada di antara bangunan dan Selokan Mataram. Para pelayan terlihat sibuk melayani pelanggan sambil menuangkan kopi ke gelas-gelas. Di sudut dinding sebelah tangga, tertempel foto bubuk kopi dan potret lawas kota Yogyakarta sebagai hiasan. Spanduk hijau besar bertuliskan Sego Macan tergantung di depan bangunan bertingkat dua tersebut.

Pada tahun 2007, Kacir bersama dua temannya menggagas usaha kuliner kopi. Ide mendirikan usaha kuliner kopi berawal dari jarangnya warung kopi yang ada pada waktu itu. Selain itu, berdirinya usaha kopi tersebut juga dipengaruhi kehidupan kuliah Kacir yang aktif di sanggar teater. Sanggar teaternya memiliki tradisi bagi anak baru untuk meracik kopi dan teh. 
“Anak-anak baru digojrok untuk bisa meracik teh dan kopi, kalau tidak sesuai dengan takaran senior biasanya dibuang,” tutur Kacir. 
Kacir, yang bernama asli Nasrur Rohman, mendirikan warung kopi di Deresan, Utara Fakultas Peternakan UGM. Sejak pertama kali berdiri, Kopi Klotok adalah fokus bisnisnya, bahkan awalnya Sego Macan bernama Kopi Klotok tapi berubah seiring berjalannya waktu. Kopi Klotok adalah kopi yang dibuat tidak diseduh seperti kopi pada umumnya, tetapi dimasak dengan cara direbus. Saat proses perebusan, bubuk kopi yang hampir matang akan mengeluarkan bunyi klotok, klotok sehingga dinamai Kopi Klotok. Bubuk Kopi yang dipakai Kacir dalam membuat Kopi Klotok diambil dari Blitar.

Kopi Klotok di Sego Macan menjadi unik karena adanya penambahan rum ke dalam kopi saat selesai dimasak dan siap untuk dihidangkan. Rum merupakan olahan yang didapat dari hasil fermentasi gula. Bagi Kacir, dengan adanya penambahan rum, Kopi Klotok yang tersedia di Sego Macan memiliki perbedaan dengan Kopi Klotok yang berada di daerah lain. Selain itu, Kopi Klotok di Sego Macan adalah kopi bercampur miras pertama di Yogyakarta.
 “Saya ingin menyuguhkan sesuatu yang unik,” tambahnya.
Kacir memilih rum sebagai campuran karena rum adalah miras yang paling sesuai. Rum tidak seperti miras lain yang dapat dengan mudah dikenali lewat aromanya. Namun dalam perkembangannya, Kacir pernah mencoba mengganti rum dengan campuran miras lain. Anggur putih pernah dipilih sebagai campuran, tapi karena mahalnya harga dan rasa yang tidak sesuai menyebabkan anggur putih diganti kembali dengan rum.
 “Kadar alkoholnya lebih rendah, jadi ketika perbandingannya harus 50 banding 50, kopinya kalah,” tambah Kacir. 
Sebenarnya, pemberian nama Kopi Klotok diperuntukkan bagi kopi yang direbus, tanpa memandang apakah kopi tersebut diberi campuran rum atau tidak. Tetapi pada kenyataannya, pelanggan terbiasa dengan label bahwa Kopi Klotok adalah kopi yang dicampur dengan rum. 
“Pelanggan sudah familiar bahwa Kopi Klotok itu kopi yang dicampur rum, makanya ketika ada pelanggan, selalu ditanyakan mau pakai klotok atau yang biasa, akhirnya itu terjadi sendiri,” tutur kacir.
Awalnya, penambahan rum di dalam Kopi Klotok hanya sebanyak seperempat sloki (gelas berukuran kecil). Namun, pelanggan mulai meminta agar takaran rum ditingkatkan. 
“Mau tidak mau idealisku kalah dan aku tidak bisa memungkiri itu, ketika aku berniat idealis berarti aku tidak berniat jualan,” ungkap Kacir. Hingga kini terdapat empat tingkatan penambahan rum, yaitu medium, strong, jumbo strong dan double strong yang berkisar antara 13 ribu sampai 27 ribu rupiah.
Pada mulanya, penambahan rum berfungsi sebagai penghangat dan penguat aroma yang bertujuan memberikan rasa rileks. Meski begitu, acapkali ada pelanggan yang datang ke Sego Macan dengan tujuan mabuk. Kacir mengantisipasi hal ini dengan memberikan batasan kepada pelanggan yang telah kelewat batas dalam memesan.
“Kalau sudah tiga gelas double strong, pesanan keempat saya suruh bawa pulang,” tegasnya. Kacir melakukan hal tersebut agar pelanggan yang terlanjur mabuk tidak menimbulkan keresahan bagi pelanggan lain.
Berkenaan dengan kemampuan mengolah kopi, latar belakang Kacir di sanggar teater turut mempengaruhi kemampuannya dalam meracik Kopi Klotok. Salah satunya adalah soal seni olah rasa yang diterapkan dalam pembuatan kopi. Menurut Kacir, seni meracik dengan suasana hati yang tidak enak akan mempengaruhi cita rasa sebuah kopi. 
“Ketika suasana hatiku lagi tidak enak, aku coba bikin dengan takaran yang sama, rasanya berbeda,” ungkapnya. Dengan alasan ini pula Kacir memberi kelonggaran kepada krunya jika sedang dalam kondisi suasana hati yang buruk agar segera istirahat demi mempertahankan cita rasa kopi.
Sikap menjaga suasana lingkungan kerja di Sego Macan ini bukan hanya mempengaruhi cita rasa kopi, tetapi juga atmosfer kenyamanan yang dirasakan pelanggan. Bebeh, salah seorang pelanggan, mengaku merasa nyaman dengan suasana bersahabat antara pelanggan dengan staf di Sego Macan. Hal itu dapat ia rasakan misalnya ketika Sego Macan mengabari bila memiliki menu baru. Hubungan baik antara pelanggan dan staf ini berdampak positif pada pelanggan yang akhirnya nyaman dan bertahan lama di Sego Macan bahkan melakukan kegiatan reuni untuk bernostalgia.
”Setahun sekali mereka datang rombongan dan bernostalgia,” tambah Kacir
Danu dan Indra, yang datang bersama ke Sego Macan, justru mengaku memesan Kopi Klotok agar dapat berhenti dari kebiasaan mereka mabuk-mabukan. Upaya untuk mengurangi kebiasaan mabuk-mabukan dilakukan oleh mereka berdua secara bertahap dengan cara berhenti meminum miras asli dan beralih ke Kopi Klotok. 
“Dengar ada kopi dicampur rum seperti Kopi Klotok, langsung kami datang,” tutup mereka berdua sambil tertawa.

Penulis: Harits Arrazie, Vania Christabel, Wafi Faiz (magang)
Editor: Abilawa Ihsan

Sumber: BalairungPress

0 komentar:

Posting Komentar