This is default featured slide 1 title

BEBAL:"FPI"

Kebebalan FPI Banyuwangi yang membubarkan ritual tradisi Sedekah Laut di daerahnya

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Minggu, 02 April 2017

Resensi | Anak Semua Bangsa


Judul                        : Anak Semua Bangsa
  Penulis                   : Pramoedya Ananta Toer
  Isi                            : 536 hlm
  Penerbit                  : Lentera Dipantara
  Cetakan                   : 13 September 2011
  ISBN                        : 979-97312-4-0

Annelies sudah berlayar ke Nederland. Perpisahan ini jadi titik batas dalam hidup Minke: selesai sudah masa muda. Ya, masa muda yang indah penuh harapan dan impian dan dia takkan balik berulang.
Suasana rumah Nyai Ontosoroh masih belum menyenangkan karena ia masih kesal dengan kelakuan yang dilakukan oleh Ir. Maurits Mellema terhadap keluarganya. Tak lama kemudian Minke beranjak dari duduknya dan pergi ke kamarnya. Ia membuka lemari Annelies dan menemukan cincin juga sebelas surat dari Robert Suurhof. Minke mulai membaca surat itu satu per satu. Semakin membaca, semakin muncul pula kekesalan Minke terhadap Robert Suurhof. Setelah membaca semua surat-surat itu, Minke bergegas pergi dari rumah mencari Robert Suurhof dan bertujuan untuk mengembalikan cincin yang diberikan kepada Annelies. Saat perjalanan bersama Marjuki, Minke bertemu dengan Victor Roomers ia adalah kawan sewaktu masih sekolah di H.B.S .
Minke menyuruh Marjuki untuk meminggirkan bendinya dan Minke memanggil Victor lalu mereka singgah di kedai sambil berbincang-bincang dan membahas Robert Suurhof,  yang ternyata sudah kabur dan tidak ada seorangpun yang tahu ke mana ia pergi.
Belakangan diketahui pula ia telah melalukan kejahatan mencuri di toko Ezekiel dan cincin yang diberikan kepada Annelies itu adalah cincin hasil curiannnya. Victor juga bercerita kepada Minke tentang keluarga Robert suurhof yang melarat dan victor tak tahu tentang masalah Robert Suurhof.
Minke bergegas meninggalkan Victor di kedai dan tak lama kemudian Minke sampai di pelataran rumah Suurhof, seketika Minke terenyuh melihat keadaan keluarga Suurhof yang begitu melarat, Minke mulai berbicang-bincang dengan keluarga Suurhof namun keluarga Suurhof belum tahu apa tujuan Minke datang kerumahnya. Minke ragu dengan tujuan awalnya ingin mengembalikan cincin kepada keluarga Suurhof. Dia tidak tega menambah beban permasalahan keluarga itu.
….
Panji Darsam  dengan umurnya yang masih muda, dua tahun lebih muda dari pada Minke. Ia telah lalukan perintah Nyai Ontosoroh untuk mengawal Annelies ke Nederland, maupun ke mana saja yang dikawalnya dibawa pergi. Beberapa hari setelah keberangkatan Annelies menyusul surat dengan cap Kantor Pos Medan: “Setelah memasuki pelabuhan Singapura, Darsam baru melihat Annelies yang bergaun serba putih dan dikawal oleh seorang jururawat wanita. Annelies terlihat sangat pucat terutama nampak pada bibirnya, dan ia tak peduli pada pandang siapapun”. Darsam memberitahukan bahwa Annelies tidak sendiri dengan suara yang keras tetapi usaha itu di ketahui oleh perawat dan ia meninggalkan tempat itu.
Tak lama berselang Darsam di panggil oleh kapten kapal untuk mengurusi Annelies, sedikit demi sedikit Panji Darsam mulai menggantikan pekerjaan perawat dan menjadi perawat sepenuhnya Annelies.
Sesampainya di Nederland, Annelies telah ditunggu seorang polisi dan seorang wanita tua berpakaian serba hitam. Bersamaan dengan itu, Darsam mengirimkan telegram “Dengan sebuah kereta kuda kami menuju ke stasiun untuk membeli karcis dan Annelies masih dalam perawatanku, kami naikkan Annelies ke keretapi. Grobag kuda meninggalkan Huzain dan pergi ke rumah seorang wanita, dan wanita itu bernama Annie Ronke, Janda”. Beberapa hari Annelies berada di rumah Annie, ia sudah tidak menyadari sesuatu, hanya Tuhan yang tahu keadaanya. Telegram terakhir Panji Darsam, mengucapkan ikut berdukacita atas meninggalnya Mevrow Annelies.
Kehidupan terus berjalan tanpa Annelies, kejadian ini meninggalkan luka pada Nyai Ontosoroh dan Minke. Seketika Hindia digemparkan dengan berita bahwa kedudukan Jepang sama dengan Eropa, perang meletus antara Yunani dan Turki dan juga perang antara Amerika Serikat-Spanyol meletus dipinggiran Hindia. Protes di mana-mana, merasa terhina bangsa Eropa disamakan dengan bangsa jepang meskipun pada saat itu jepang suadah maju dalam Ilmu dan Pengetahuan serta sudah memiliki kapal perang.
Pada suatu hari Jean Marais menyarankan kepada Minke, dikarenakan Minke selalu membuat karya tentang bangsa Eropa terutama Nederland. Jean menyarankan Minke untuk belajar bahasa Melayu karena itu bahasa yang dapat dimengerti oleh orang Hindia. Jean Marais menilai Minke sangat pandai dalam menulis Belanda tapi dia tidak pandai menulis Melayu, nampaknya perkataan Jean membuat hati Minke geram dan tak lama kemudian terjadi percekcokan antar mereka, tetapi, percekcokan tersebut hanya sebentar dan dilerai oleh anak Jean yaitu May Marais. Dan merekapun saling menerima pendapat masing-masing dengan lapang dada.
….
Minke pergi ke kantor redaksi untuk membuat interfiu terhadap orang Cina, Khow Ah Soe, seorang angkatan muda Cina, yang bermangsud untuk menjual keterangan mengenai gerakannya. Dia  diwawancarai oleh pimpinan koran tempat Minke biasa mengirimkan surat kabar ke S.N v/d D, dari wawancara tersebut terlihat bahwa Khow Ah Soe adalah seorang pemuda Cina yang sedang berjuang untuk kebangkitan bangsa Tiongkok.
Kejadian-kejadian yang tidak menyenangkan di Wonokromo pun terus dialami oleh Nyai Ontosoroh dan Minke, Khow Ah Soe diburu oleh kepolisian Hindia dengan alasan penyelundupan ilegal dengan beberapa temannya. Mereka semua menggunakan nama palsu sejak meninggalkan Tiongkok, dan dialah “biang keladi” pemotongan kucir di daerah perairan pelesiran di Hongkong. Tak lama kemudian Khow Ah Soe dikabarkan telah meninggal dunia di danau jembatan merah dengan beberapa tusukan.
Beberapa hari kemudian Nyai Ontosoroh dan Minke pergi ke Tulangan ke rumah keluarga Sastro Kassier, abang Nyai Ontosoroh, Perusahaan Borderij Buitenzorg tersebut sementara diawasi oleh Darsam selama Minke dan Nyai Ontosoroh pergi. Dalam sepanjang perjalanan nampak serombongan rodi sedang memperbaiki jalan kereta api dan seorang peranakan Eropa duduk di atas kuda.
….
Dalam cacatan Minke, Dia menulis tentang pengalaman Surati tentang kekejaman administratur pabrik gula yang dilakukan oleh Frits Homerus Vlekkenbaij di Tulangan Sidoarjo. Ia seorang pemabuk dan suka mengganggu wanita, pada saat melihat anak perempuan Sastro Kassier timbulah niat jahatnya.
Plikemboh nama yang akrab di lidah pribumi karena tidak biasa menyebutkan Vlekkenbaij itu membuat jebakan untuk Sastro, suatu hari uang kas pabrik hilang sebelum masa pembayaran untuk buruh pabrik gula yang merukapan tanggungan Sastro, dan Plikemboh mau memberikan hutang dengan syarat Surati anaknya diserahkan kepada dirinya.
Pertamanya Surati dan Ibunya menolak untuk diserahkan kepada Plikemboh, tapi apa daya akhirnya Surati menyetujui itu. Surati memiliki rencana lain, pada saat malam Surati meminta ijin kepada ibunya untuk pergi ke sebuah desa. Ternyata, Surati pergi ke sebuah desa yang sedang terkena wabah cacar, ia berjalan sekitar 15 kilometer untuk sampai di desa tersebut.
Surati mampu masuk kedalam desa tersebut yang dijaga ketat oleh kompeni, ia menemukan banyak warga yang sudah mati terkena penyakit cacar. Di desa tersebut Surati tinggal selama beberapa hari dan ia juga mulai terkena penyakit cacar tersebut. Akhirnya Surati keluar dari desa dan berjalan ke rumah Plikemboh sambil membawa penyakitnya, pada akhirnya Plikemboh  dan Surati mati dengan penyakit cacar yang ditularkan Surati kepada Plikemboh.
Minke juga bertemu dengan Trunodongso, seorang petani yang sedang diteror untuk memberikan tanahnya kepada pabrik gula. Tiga bahu tanahnya, sudah disewakan kepada pabrik gula dengan paksa selama delapan belas bulan, tapi, nyatanya sampai dua tahun. kecuali dia mau dikontrak lagi untuk musim berikutnya. Minke berjanji akan menulis kasus ini menjadi berita di koran.
Turun dari stasiun Minke minta ijin untuk pergi ke kantor Nijman untuk menerbitkan tulisannya dalam koran tentang pembelaan terhadap semua mereka yang bernasib sama dengan Trunodongso. Bagaimana petani Jawa terusir dari sawahnya yang subur dan irigasi air oleh pabrik gula.Tapi, Nijman menolak. Minke terpesona oleh keterangan Kommer, ia mengungkapkan bahwa Mellema datang dengan membawa tulisannya yang menggugat sikap patih Sidoarjo, yang menghalang-halangi perluasan area tebu, ia membantah bahwa gula mengurangi kemakmuran Sidoarjo. Kemudian Patih itu dipindahkan ke Bondowoso.
Sebuah koran mengabarkan sebuah pemberontakan tani yang terjadi di daerah Sidoarjo. Veldpolitie yang kewalahan terpaksa dibantu oleh Kompeni, hanya tiga hari pemberontakan dapat dipadamkan dan Kyai Sukri yang dianggap sebagai biang keladi telah ditangkap dan digelandang ke pabrik gula Tulangan.
Selang beberapa hari Minke pegi ke Betawi  untuk meneruskan sekolahnya. Ia berangkat dari pelabuhan Tanjung Perak, di atas kapal, ia bertemu dengan Ter Haar bekas redaktur S.N v/d D. Dikapal mereka berbincang tentang macam perusahaan raksasa di Hindia. Haar juga memaparkan semua kebusukan kolonial melalui pabrik gula, perkebunan, pertanian, dan pertambangan yang mengeksploitasi bangsa dan tanah jajahan demi kepentingan golongan penjajah kepada Minke.
Sementara, hidup Nyai Ontosoroh terkalahkan oleh keputusan pengadilan kulit putih Kolonial yang menyatakan bahwa Boerderij Buitenzorg beserta semua asetnya yang sekian lama ia bangun bersama dengan Tuan Herman Mellema akan jatuh ke tangan Mauritz Mellema. Putra perkawinan sah dari ayahnya Tuan Mellema dengan seorang istrinya di  Eropa.
Sesampainya kapal di pelabuhan Semarang Minke sudah di tunggu Schout Van Duijnen,  Minke diajak untuk menginap di hotel yang ada di Semarang. Selesai beristirahat Minke naik keretapi dengan tujuan Surakarta, Minke tidak tau apa sebenarnya tujuan yang dilakukan Schout Van Duijnen, sesampai di Surakarta Minke diajak mengitari kota Surakarta. Ia berasama Schout Van Duijnen menaiki bendi selang beberapa jam. Akhirnya Minke menyadari kalau ia dibawa pulang ke Wonokromo, dan sosok Schout Van Duijnen adalah suruhan dari Nyai Ontosoroh.
Setelah kejadian waktu itu, datang sebuah surat dari Robert Mellema anak laki-laki Nyai Ontosoroh sekaligus kakak Annelies memberikan berita segala yang dialami dan dilakukan terutama tentang pembunuhan ayahnya. Dalam suratnya Robert bercerita bahwa ia telah menghamili pembantunya yaitu Sanikem sehingga lahir bayi laki laki yang bernama Rono Mellema, karena keadaan semakin buruk ditambah Robert Mellema telah tiada dengan penyakitnya, maka dari itu dengan keibaan Nyai Ontosoroh mau menampung minem dan Rono Mellema.
Pada saat datang akuntan De Visch untuk mengajak Minem bertemu dengan Ramond Debree, Minem menyetujui dan dengan ringan Minem menyerahkan Rono pada Nyai Ontosoroh untuk mengasuhnya. Nyai Ontosoroh membuat perjanjian dengan Minem bahwa Rono tidak akan diambil kembali karena dia telah memutuskan pergi untuk meninggalkan Rono.
Nyai Ontosoroh dan Minke menyambut kedatangan Maurits Mellema dengan pandangan sebagai pembunuh Annelies. Sebelumnya semua warga dan si gadis kecil May Marais yang sangat dekat dengan Annelies tidak mengetahui berita meninggalnya Annelies. Setelah mengetahui hal itu, mereka sangat histeris dan marah terhadap Maurits Mellema. Semua turut berdukacita atas meninggalnya Annelies yang telah dibunuh oleh Maurits Mellema, kakak tiri Annelies. Beberapa hinaan muncul dari Kommer, Jean Marais, Minke dan Nyai Ontosoroh dan semua warga yang berada di Wonokromo.
Maurits Mellema munuding bungkusan yang berada di samping kakinya. Ia berbalik memunggungi semua yang hadir menyambutnya. Dia melangkah berat meninggalkan ruang depan dengan tangan kiri memegangi sarong pedang. Nyai Ontosoroh memberikan Rono pada salah seorang perempuan dan membuka isi bungkusan tersebut, isinya: kopor tua dari kaleng, cekung-cekung dan berkarat ia buka kopor itu dan isinya beberapa pakaian bekas Annelies. Dan kopor itu mengenangkan Nyai Ontosoroh pada masa ia terusir dan dijual dari rumah orangtuanya untuk diambil oleh Tuan Herman Mellema.
“Ya, Ma, kita sudah melawan Ma, biarpun hanya dengan mulut.” Kata Minke memburamkan ingatannya.
Menurut saya, buku “Anak Semua Bangsa” memiliki cerita yang lebih menarik. Sebab, di buku ini Minke menjadi tokoh utama. Di mana Minke mulai melakukan perlawanan terhadap orang kulit putih yang menindas bangsa pribumi. Perlawanan dia tunjukkan mulai dari persidangan walaupun pada akhirnya dia kalah. Tetapi, sosok Minke bisa menjadi panutan untuk melawan bangsa kulit putih. Semangatnya untuk membantu bangsa pribumi yang tertindas terus dilakukannya dengan berbagai cara.
Hendi Istanto, Mahasasiswa Sastra Indonesia, Univesitasa Ahmad Dahlan