Rabu, 02 Mei 2018

Komnas HAM Catat 4 Kondisi Darurat Pendidikan

Penulis: Thomas Harming Suwarta - 01 May 2018, 17:53 WIB

MI/Susanto

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia memberikan catatan khusus tentang peringatan hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap 2 Mei. Komnas HAM mencatat setidaknya terdapat 4 kondisi darurat pendidikan di Indonesia saat ini.
"Komnas HAM mencatat ada 4 kondisi darurat pendidikan Indonesia yaitu darurat karena banyak kasus pelanggaran HAM; darurat karena ranking pendidikan Indonesia yang buruk; darurat karena banyak kasus korupsi terhadap anggaran pendidikan; dan darurat karena sistem pendidikan yang belum berjalan dengan baik,” kata Koordinator Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM RI Beka Ulung Hapsara dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Selasa (1/5). 
Dia menjelaskan, pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla memiliki sembilan agenda prioritas yang disebut dengan istilah nawa cita.
Pada nawa cita nomor delapan tertulis “Melakukan revolusi karakter bangsa”, Perubahan karakter bangsa salah satunya ditempuh melalui jalur pendidikan. 
"Namun itu sebenarnya yang masih menjadi persoalan kita saat ini," ungkap Ulung. 
Empat catatan darurat tersebut kata dia adalah pelanggaran HAM, rangking pendidikan, korupsi, dan sistem pendidikan.

Untuk konteks pelanggaran HAM kata dia terlihat dalam beragam tindakan pelanggaran HAM di sekolah dan perguruan tinggi dari tahun ke tahun yang terus meningkat jumlahnya termasuk bentuk pelanggarannya, pelaku, korban dan modus operandinya.

Ia menjelaskan, Badan PBB untuk Anak (Unicef) menyebutkan, 1 dari 3 anak perempuan dan 1 dari 4 anak laki-laki di Indonesia mengalami kekerasan. 
"Data ini menunjukkan kekerasan di Indonesia lebih sering dialami anak perempuan,"jelasnya.
Hasil riset Plan International dan International Center for Research on Women (ICRW) pada Maret 2015 menyatakan kata dia, mencatat bajwa 84% anak di Indonesia mengalami kekerasan di sekolah. Angka tersebut lebih tinggi dari tren di kawasan Asia yakni 70%.

Menurut data Komnas HAM, kasus dugaan pelanggaran HAM terkait isu pendidikan cenderung meningkat. Pada 2017 ada 19 kasus, sedangkan 2018 sampai April 2018 sudah ada 11 kasus. Hak-hak yang dilanggar, antara lain hak atas pendidikan, hak memperoleh keadilan, hak mengembangkan diri, hak atas kesejahteraan, dan hak atas hidup.
Tempat kejadiannya ada di Sumatra, Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, Papua, Bali dan Nusa Tenggara.

Selain itu persoalan ranking pendidikan Indonesia, menurut Programme for Internasional Student Assessment (PISA) pada 2015, indonesia berada pada posisi 64 dari 72 negara anggota Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Di ASEAN, ranking pendidikan Indonesia nomor 5 di bawah Singapura, Brunei Darusssalam, Malaysia dan Thailand.
“Harusnya ranking pendidikan Indonesia bisa sejajar dengan negara-negara maju karena anggaran pendidikannya besar mencapai 20% dari APBN atau lebih dari Rp 400 triliun,” ucapnya.
Angka partisipasi pendidikan (APS) di Indonesia juga masih terjadi ketimpangan besar antara pendidikan dasar-menengah dengan pendidikan tinggi. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2017 APS di pendidikan formal, sebagai berikut: APS Sekolah Dasar (7-12 tahun) mencapai 99,08%; APS Sekolah Menengah Pertama (13-15 tahun) sebanyak 94,98%; APS Sekolah Menengah Atas (16-18 tahun) ada 71,20%; APS Perguruan Tinggi (19-24 tahun) hanya 24,67%. 
“Pendidikan yang berkualitas, inklusif, adil, setara dan merata merupakan amanat yang tercantum di Sustainable Development Goals (SDGs). Pemerintah harus bisa memenuhi amanat tersebut,” ucap Beka Ulung Hapsara Komisioner Komnas HAM.
Darurat Pendidikan yang lain kata Ulung adalah persoalan korupsi.
Bidang pendidikan kata dia masih dan terus terjangkiti tikus-tikus koruptor. Anggaran untuk pendidikan pada 2016 mencapai Rp 424,7 triliun.
"Tetapi ternyata menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada rentang waktu 2005 – 2016 terdapat 425 kasus korupsi terkait anggaran pendidikan dengan negara Rp 1,3 triliun dan nilai suap Rp 55 miliar," kata Ulung.
Persoalan lain lagi adalah sistem pendidikan Indonesia belum berjalan optimal karena kualitas guru yang rendah, suasana pembelajaran di sekolah yang tidak kondusif, dan kurikulum pendidikan yang membebani murid dan belum mengakomodir keragaman budaya yang ada di masyarakat.


Situasi yang dihadapi misalnya Sekolah dan perguruan tinggi belum inklusif karena diskriminasi masih terjadi terhadap penyandang disabilitas dan belum mampu menyediakan fasilitas sesuai kebutuhan penyandang disabilitas. Bukan hanya itu, masih terus terjadi kasus plagiatisme untuk meraih gelar sarjana (S1), master (S2), dan doktor (S3).(X-10)

Sumber: M.MediaIndonesia 

0 komentar:

Posting Komentar