SANG BINTANG: Kesima “sang bintang” Dewi Aminah
yang jadi magnet penonton pementasannya [Foto: Ridho Kedung]
Entah apa yang diraih penonton seusai menyimak
pertunjukan teater monolog ini. Keterhenyakannya sepanjang 31’06” durasi
pementasan malam itu tak menggeser fokusnya. Nyata bahwa kesima “Sang Bintang”
sukses menyita perhatian ke dalam lansekap
panggung yang ditata dengan kesan semi dekoratif biasa. Namun siraman lighting mendukungnya menjadi komposisi yang cukup sarat dengan
pesan situasi, meski tak semua properti menjadi bagian kekuatan dalam membangun
dan menyatukan narasinya.
Sementara Dewi Aminah mampu melampaui narasi verbal “Sang
Bintang” dan mereaktualisasi ekspresi naratifnya, dari sisi panggung
mengalirkan suara musik yang menutupi celah-celah agar ekspektasi pentasnya
bisa terjaga. Talenta Dewi Aminah memang berhasil mengatasi kendala narasi tekstual
yang panjang dan mengular. Namun pada saat yang sama dan di fase berikutnya; ia
tak cukup padat membangun diksi-diksi di sepanjang durasi lakon monolognya.
Sesuatu yang akan membedakan sebuah teater monolog dan menjauhkannya dari
jebakan story-telling biasa.
AKTING: Sedikit properti yang bisa dimanfaatkan
talent guna lebih menghidupkan panggungnya, menjadi catatan dalam proses
elaborasi keaktoran selanjutnya [Foto: Ridho Kedung]
Itu sebabnya kenapa ada terminologi “dataran tiga
pengadegan” dalam pementasan monolog “Sang Bintang” di panggung (9/5/18) malam itu.
Tentu saja, ini hanya lah sebuah catatan belaka; tanpa
tendensi kritis. Satu-satunya tendensi yang mesti dibangun adalah meminimalisir
celah-celah agar bangunan cerita tidak menjadi datar-datar saja. Meksi dalam
konteks ini, komposisi musik dan pencahayaan dapat menolong; namun secara
esensial ia menjadi bagian utuh dari kekuatan sang talent.
Bagaimana mematangkan talenta, selain bukan perkara
instan; barangkali ini masuk dalam wilayah rejim penyutradaraan. Tetapi saya
ingin mengembalikan simpulan ini dengan mendekati latar proses ketimbang paparan
ceritera pentasnya. Dengan begitu, jagad teater akan menempati realitas estetik
yang dapat dijadikan wahana pembelajaran bersama.
Menyorot Dewi “Sang Bintang” Aminah malam itu, nampak
telah memiliki bekal dasar kuat, terlebih jika mengingat ia adalah talent pemula. Mulutnya bertenaga, daya
imagineirnya tak rendah; demikian pula nalar estetiknya. Tentu, dasar-dasar ini
tak lepas dari proses bagaimana ia dipersiapkan Sangkanparan untuk itu... [ap]
APRESIAN: Sejumlah penonton mengapresiasi pementasan monolog "Sang Bintang" (9/5) dalam sesi dialog yang digelar pasca pementasannya [Foto: Ridho Kedung]
0 komentar:
Posting Komentar