Kamis, 15 Agustus 2019

Bumi Manusia: Film adaptasi dari buku mantan tapol yang pernah dilarang, 'perjalanan sulit' Pramoedya Ananta Toer

15 Agustus 2019

Bumi Manusia diadaptasi dari novel karya Pramoedya Ananta Toer yang pernah dilarang oleh Kejaksaan Agung. Larangan ini belum pernah dicabut, sekalipun sudah tidak memiliki kekuatan hukum. FALCON PICTURES

Film Bumi Manusia, adaptasi dari buku yang pernah dilarang karya Pramoedya Ananta Toer diluncurkan menjelang hari kemerdekaan, langkah untuk menggambarkan "perjalanan sulit' mantan tapol dan "mengenang korban penderitaan orde baru".

Bumi Manusia yang dibintangi antara lain oleh Iqbaal Ramadhan - pemeran film Dilan - disebut produsernya HB Naveen, pendiri dan pemilik Falcon Pictures, sebagai cara menggambarkan persepsi milenial terkait kejadian 1965 yang sudah berubah.

Buku Bumi Manusia dan buku-buku Pram lain sudah dijual bebas. Naveen menekankan pentingnya situasi yang sudah berubah. Novel Bumi Manusia bercerita tentang perjuangan tokoh Minke memperjuangan kedudukan pribumi melawan diskriminasi Belanda pada masa kolonial Belanda di awal abad keduapuluh. Sebagai anak bupati, Minke bisa bersekolah, dan ia menggunakan pengetahuannya untuk melawan kolonialisme Belanda. 
"Generasi kan sudah berubah, perspektif sudah berubah, persepsi sudah berubah, environment (lingkungan) sudah berubah. Jadi masyarakat millenial zaman sekarang menilai Pram itu dari karyanya. Dan bisa saya sampaikan pada minggu kemarin buku Bumi Manusia novel itu di Gramedia dicatat sebagai buku nomer dua best seller," kata Naveen.
Buku Bumi Manusia sendiri pernah dilarang pada 1981 oleh Kejaksaan Agung RI dengan surat larangan nomer SK-052/JA/5/1981. Sejak larangan itu keluar, beberapa orang mahasiswa pernah dipenjara dengan tuduhan menyimpan dan mengedarkan buku itu.

Tanggal penayangan film ini, menurut Naveen memang sengaja dipilih untuk memperingati Kemerdekaan Indonesia dan juga untuk mengingat "kehebatan Pram."
Naveen mengatakan, "Dari perspektif kami bahwa itu Pram tidak mendapatkan yang semestinya. Kehebatan yang dilakukan oleh beliau di Indonesia, dengan menulis begitu banyak novel. Juga perjalanan beliau yang cukup susah dan cukup rumit. Kita ingin dengan kita launching tanggal 15 Agustus itu, beliau diingatkan kembali, sebagai sumbangsih beliau kepada Indonesia dengan novel sastra yang demikian hebat."
Memiliki atau mengedarkan novel Bumi Manusia dan buku-buku Pramoedya Ananta Toer lainnya pernah menjadi sesuatu yang bisa membawa risiko seseorang menjalani hukuman penjara. FALCON PICTURES

Novel Bumi Manusia sendiri kini sudah dijual bebas. Namun surat larangan Kejaksaan Agung itu belum pernah dicabut. Naveen sendiri menyatakan belum memastikan apakah larangan sudah resmi dicabut.
Tetapi ia mengatakan novel Bumi Manusia "sejak 10 tahun lebih sudah terbit di toko buku."

"Mengenang penderitaan korban orde baru"

Pengamat yang menjadi dosen di Direktur Herbert Feith Centre dan profesor di Monash University Australia, Ariel Heryanto, melihat bahwa soal larangan Bumi Manusia pada awal 1980an mencerminkan kacaunya peraturan masa Orde Baru yang terbawa hingga kini.
"Soal larangan Orde Baru terhadap Bumi Manusia ini kacau lagi. Peraturan mereka itu kan compang-camping. Jadi di zaman Orde Baru sampai sesudah Orde Baru juga, peraturan itu ngga dibuang dan dimasukkan tong sampah.Pemerintah ini lebih suka bikin larangan-larangan baru untuk membatasi kehidupan rakyat, ketimbang membersihkan dan menghapus larangan yang sudah kadaluwarsa."
Melalui akun Twitternya, Ariel juga menyatakan film ini dapat dipakai untuk "Mengenang pula penderitaan beliau dan seluruh keluarganya sebagai korban rezim Orde Baru."
Peraturan yang menjadi dasar pelarangan buku-buku di Indonesia terutama yang dianggap kiri atau berhaluan komunis adalah UU No.4/PNPS/1963. UU ini sudah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi tahun 2010.

Pengacara yang menangani gugatan itu, Taufik Basari menyatakan bahwa SK pelarangan itu sebenarnya sudah tidak memiliki kekuatan hukum lagi.
Taufik mengatakan, 
 "Ketika suatu keputusan hukum sudah tidak ada dasar hukumya lagi, maka keputusan itu menjadi keputusan yang abu-abu, di mana secara hukum sebenarnya dia sudah tidak lagi mempunyai kekuatan hukum tapi secara administratif, SK-nya belum dicabut."
BBC Indonesia telah beberapa kali mengontak pihak Mahkamah Agung melalui Kapuspenkum, Mukri, namun tidak mendapat tanggapan.

FALCON PICTURES | Penayangan perdana tanggal 15 Agustus terkait dengan perayaan kemerdekaan Indonesia karena novel Pram Bumi Manusia dan Perburuan bercerita tentang momen dalam sejarah yang anti terhadap kolonialisme.

Perjalanan susah dan rumit dan menciptakan novel sastra hebat
Buku Bumi Manusia sendiri dilarang oleh Kejaksaan Agung bersamaan dengan Anak Semua Bangsa.

Pada tahun 1985, novel Jejak Langkah juga dilarang. Pelarangan ini dikait-kaitkan dengan posisi Pram yang dekat dengan Lembaga Kesenian Rakyat atau LEKRA, organisasi kebudayaan di bawah Partai Komunis Indonesia.
Pram sendiri dijadikan tahanan politik di Pulau Buru - tempat di mana novel-novel itu dihasilkan - bersama dengan para tahanan anggota PKI dan simpatisannya.

Menanggapi hal ini, HB Naveen menyatakan tidak mempersoalkan posisi Pram dan yang utama adalah jasa besar Pram bagi Indonesia.
"Dari perspektif kami bahwa Pram tidak mendapatkan yang semestinya (yaitu) kehebatan yang dilakukan oleh beliau di Indonesia, dengan menulis begitu banyak novel. Juga perjalanan beliau yang cukup susah dan cukup rumit. Kita ingin dengan kita launching tanggal 15 Agustus itu, kita diingatkan kembali akan sumbangsih beliau kepada Indonesia dengan novel sastra yang demikian hebat."
Ariel Heryanto juga menyambut baik peluncuran film yang didekatkan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia.
"Saya sih menyambut baik kalau ada perayaan hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia dikaitkan dengan jasa-jasa orang-orang komunis. Sudah saatnya lah kita mengakui jasa-jasa orang-orang kiri - termasuk yang komunis - dalam perjuangan kemerdekaan RI." kata Ariel.
Sejumlah orang yang telah menyaksikan film ini menyambut dengan menulis melalui Twitter, "Sebagus itu sih #BumiManusia, keluar bioskop mewek dong dan yang bikin terharu setelah film selesai satu studio hampir pada standing applause."
Mantan aktvisi dan politisi Budiman Sudjatmiko menyebut, "Awal kesadaran kebangsaan Indonesia layak difilmkan lewat #BumiManusia."
Pengguna lain menulis, "Tak terbayangkan, Bumi Manusia bisa hidup dan kita tonton di bioskop!"
BBC.Com 


Komentar Muhamad Ridha

Setelah Menonton Bumi Manusia
Ada penggalan diskusi di novel Bumi Manusia yang terpotong. Saat cerita berkelok amat tajam dari bahagia ke keruntuhan dan nelangsa:
Annelis: "saya minta mama menikah lagi dan nerikan saya adik. Adik yang manis. Yang karena manisnya hingga mama takkan ingat pernah ada Annelis."
Lalu nyai ontosoroh: bersedu sedan. "saya cukup membelamu, nak" sambil teru menangis...
Di filmnya:
Annelis: "saya ada satu permintaan. Mama menikah lagi. Berikan saya adik. Yang manis"
Lalu nyai ontosoroh menanis tersedu.
Kedua adegan dialog di novel dan di film seperti saya sampaikan ini jelas amat berbeda. Yang di novel membuat kelokan begitu dramatis dengan diksi yang makin bikin trenyuh. Sudah lah Annelis harus pergi. Pergi membawa koper yang memberati kenangan mamanya. Ditambahi pula permintaan nan menyayat perasaan, yang dengan amat manis diceritakan oleh Pram. Yang amat sayang justru tak ditampilkan dalam film. Atau dipotong.
Bagi mereka yang belum pernah membaca novelnya, dialog dan adegan sedih ini diperankan, cukup menyayat. Sebab dimulai dari konflikkonflik yang membuat keluarga ini guncang tak karuan. Tapi bagi yang pernah membacanya, ekspresi kesedihan jelas lebih menyayat di novel Bumi manusia itu.
Ada juga dialog yang di novel diceritakan saat ibunya mendandani dan mendoakan anaknya saat bersiap menikah. Ibunya bilang: "gadis secantik ini, untuk mendapatkannya, rajaraja jawa dulu harus berperang". Kalimat ini membangun imaji pembaca mengenai cantiknya Annelis Mellema, puteri indo yang amat mencintai identitas pribumi. Lebih ingin disebut pribumi daripa sebagai eropa. Disebut pram sebagai bunga penutup abad.
Sementara di film, pernyataan ini malah tak muncul sama sekali. Karenanya kesan kecantikan Annelis terlalu bertumpu pada tampilan visual Mawar de Jong yang memang aktris dengan identitas indo.
Tapi ada banyak pelajaran setelah 10 tahun tak baca Pram dan akhirnya menonton adaptasi ceritanya dalam Film. Di antaranya adalah: pertama, pram telah memberikan kita gambaran mengenai bagaimana indonesia ini diimajikan dan ditumbuhkan di awal abad 20 atau akhir abad 19 itu dengan menampilkan tokoh seperti Tirto Adi Suryo (minke). 
Nasionalisme indonesia dimulai dari guratan banyak kaum pergerakan mengenai kondisi bangsanya, rakyatnya dan bagaimana seharusnya rakyatnya kelak. Kedua, nasionalisme kiri. Meski tak diceritakan di bumi manusia, tapi di novel kedua dari tetralogi ini, anak semua bangsa, bahwa nasionalisme indonesia, sejak semula adalah nasionalisme kiri. 
Nasionalisme kiri dalam arti bahwa nasionalisme yang diperjuangkan adalah nasionalisme berbentuk bangsa yang bebas dati eksploitasi kolonialisme kapitalis. Karena itulah, jelas digambarkan bahwa yang awal memperjuangkan ini adalah para aktifis kiri di Syarikat Islam (sebelumnya bennama syatikat dagang islam). Saya tak usah menyebut nama-nama orang-orang yang saya sebut nasionalis kiri tersebut. Sebab sejarah kita telah dihiasi oleh nama-namanya.

Pelajaran berikutnya adalah pram berhasil menempatkan Islam sebagai proto nasionalisme indonesia dengan amat menarik. Selain melalui organisasi SI, tentu saja di bumi manusia diceritakan propaganda hukum islam melawan hukum kafir saat pengadilan eropa akhirnya merenggut istrinya, Annelis, untuk dibawa kepada walinya yang sah di eropa, yakni kakaknya dari ibu yang berbeda, Maurits Mellema. 
Meski telah dipersunting dan dinikahi secara sah oleh hukum pribumi, tapi tak sah menurut hukum eropa dan hukum eropalah yang harus dijalankan. Disini Pram menceritakan bagaimana Minke berjuang melawan hukum eropa dengan mendorong panji-panji hukum islam yang lebih egaliter dan tidak diskriminatif seperti hukum kolonial.
Keempat, pramodya, melalui novel tetraloginya, yang telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 50 bahasa utama dunia, telah memberi pelajaran tentang harkat pribumi dalam menampilkan keberanian Nyai Ontosoroh, Kecerdasan Minke, Jan Dappersete, Darsam dan yang lain. Bagi anak muda pergerakan, dialog di penghujung film ini tentu amat familiar dan bahkan menjadi semacam nilai-nilai altruistik, nilai nilai kepahlawanan. Seperti: "kita kalah, ma" lalu nyai ontosoroh menimpali: "kita melawan nak. Sehormathormatnya!"

Bersambung. Tibatiba ada teman ngajak ngobrol.

0 komentar:

Posting Komentar