Oleh Hendri
F. Isnaeni
Tokoh utama dalam film Hanung Bramantyo mendapat
pencerahan dari Bumi Manusia. Novel karya Pramoedya Ananta Toer itu dibakar
karena dianggap berbahaya.
Novel "Bumi Manusia" karya Pramoedya Ananta Toer dibakar
dalam film "Perempuan Berkalung Sorban". (Youtube).
Bumi Manusia, novel pertama dari Tetralogi Pulau Buru
karya Pramoedya Ananta Toer, diangkat ke layar lebar. Film ini disutradarai
Hanung Bramantyo, naskah skenario oleh Salman Aristo, dan diproduksi Falcon
Picture. Film ini tayang di bioskop mulai 15 Agustus 2019.
Rencana pembuatan film itu sempat menimbulkan kegaduhan
nasional. Banyak orang seakan tak rela mahakarya Pramoedya
itu disutradarai oleh Hanung. Apalagi tokoh utama dalam Bumi Manusia,
yaitu Minke, diperankan oleh Iqbaal Ramadhan yang namanya melambung setelah
memerankan film Dilan 1990.
Hanung memang beberapa kali membuat film sejarah,
seperti Sang Pencerah (KH Ahmad Dahlan, 2010), Soekarno (2013),
dan RA Kartini (2016). Namun, karya-karyanya itu menuai
kritikan, bahkan film terakhirnya, Benyamin Biang Kerok, diprotes
masyarakat Betawi. Film-filmnya yang lain juga memicu kontroversi. Namun,
Hanung tak jera.
Menurut laporan tempo.co,
niat Hanung memfilmkan Bumi Manusia disampaikan langsung kepada
Pramoedya, namun ditolak. Pramoedya juga menolak permintaan sutradara Oliver
Stone.
Kesempatan datang pada 2008 setelah Hanung merampungkan
film Ayat-ayat Cinta. Seorang teman, yang tak disebutkan namanya, menawarinya
memfilmkan Bumi Manusia. Namun, Salman Aristo belum berani menulis
skenarionya.
Akhirnya, pada 2018, Hanung resmi mengumumkan akan
memfilmkan Bumi Manusia. Salman Aristo sanggup menulis skenarionya
karena mengaku hampir membaca semua karya Pramoedya. Selain Hanung, ada dua
sutradara yang berniat memfilmkan Bumi Manusia, namun gagal.
Sebelumnya, Hanung telah memasukan Bumi Manusia dalam
filmnya, Perempuan Berkalung Sorban(2009), yang diangkat dari novel
karya Abidah El Khalieqy.
Dalam Identitas dan Kenikmatan, Ariel Heriyanto
menyebut Perempuan Berkalung Sorbanmenyodorkan kritik keras terhadap
sisi-sisi gelap patriarki yang masih berlangsung dalam komunitas Muslim di
Indonesia. Dalam film ini, nyaris semua laki-laki Muslim termasuk yang
poligami, bersifat egois, irasional, picik, intoleran, korup, dan menindas
dengan kekerasan.
Para kritikus pun menafsirkan minimnya lelaki yang bisa
menjadi panutan dalam film itu sebagai serangan yang disengaja terhadap
petinggi Muslim dan karenanya terhadap Islam itu sendiri, ketimbang serangan
secara umum terhadap patriarki.
“Yang paling menyakitkan dari semuanya, para tokoh perempuan yang menjadi korban mendapat pencerahan dan jalan keluar dari novel Bumi Manusia,” tulis Ariel.
Dengan demikian, menurut Ariel, Perempuan Berkalung
Sorban merupakan film panjang bioskop pertama yang menampilkan Bumi
Manusia di layar lebar kepada penonton Indonesia. Novel itu muncul dalam
sekurangnya lima adegan, termasuk ketika tokoh utama membaca dan
menentengnya.
Juga ada satu adegan, yang tak ada di novelnya, yang
menggambarkan sejumlah guru lelaki di pesantren menyita buku-buku Pramoedya dan
membakarnya beserta beberapa buku lain yang dianggap berbahaya.
Faktanya memang Pramoedya dan novel-novelnya dianggap
berbahaya oleh rezim Orde Baru sehingga dilarang dan dibakar. Yang memiliki dan
mendiskusikannya ditangkap dan ditahan. Pada 31 Oktober 1981, Kejaksaan Agung
membantah telah membakar 10.000 eksemplar Bumi Manusia dan
lanjutannya, Anak Semua Bangsa, namun mengaku hanya membakar 972
eksemplar.
Menurut Ariel, orang-orang yang mengkritik film itu
membantah dengan mengatakan adegan membakar buku tidak realistis dan
menampilkan stereotif yang tak adil terhadap Muslim. Menurut mereka,
sekonyol-konyolnya orang di pesantren tak akan ada yang sampai membakar buku.
Kini, Hanung berhasil memfilmkan Bumi Manusia yang
telah diimpikannya sejak lama. Apakah akan menuai kritikan? Hanung sudah akrab
dengan hal itu.
0 komentar:
Posting Komentar