Kamis, 12 April 2018

Skeptisme “TengSiang” dan Otoritas Vooter


* Catatan Pengantar Pementasan Drama Jaleg 




Pentas drama pendek “Jaleg” (akronim Jago Ngeleg_Red) atau boleh dijuduli juga dengan “TengSiang” (jagoan) produksi ke-14 Sekolah Rakyat MeluBae (SRMB) digelar Jumat (13/4) dalam rangkaian ritual demokrasi Pilgub Jateng yang akan dihelat (27/6) dua bulan mendatang. Balai Kelurahan Kebumen kota jadi pilihan tempat karena selain mudah dijangkau, juga gratis pula nontonnya.

Secara kronologi dan prosesnya Jaleg atau TengSiang adalah rangkum pemikiran kolektif pegiat SRMB dalam “menangkap dan mengolah” kegelisahan banyak orang menyikapi pemilihan umum (Pemilu), terutama dengan fenomena golput; yang berulangkali digelar dengan “ongkos demokrasi” besar namun hasilnya dianggap hambar.   

Kenapa Pemilu –termasuk Pilgub- mendatang penting direspons?
Pertama, karena proses pemilu dari tahap input sampai dengan output yakni terbentuknya pemerintahan baru, suka atau tidak, menjadi ajang politik yang melibatkan jutaan rakyat dan bakal mempengaruhi kehidupan pemilihnya.

Kedua, secara empiris, ritual demokrasi pemilu hari ini (Pilpres, Pilgub, Pilkada) adalah pemilu yang input dan outputnya itu mengkonsolidasikan kekuatan oligarki (saling terkait antara elit politik, elit bisnis, elitis lainnya dan juga fundamentalis agama).

Dengan demikian, dalam keseluruhan proses pemilu ini rakyat justru reposisi pada titik rentan dan dapat semakin terpecah belah terutama dengan menguatnya isu-isu SARA dan penyimpangan etika berpolitik formal lainnya.

Skeptisme Demokrasi

Tetapi apakah dengan ikut pemilu, atau juga sebaliknya; sekarang ini dapat mengubah keadaan?
Ini substansinya. Bagaimana SRMB “menggoreng” bukan dengan cara menyebar aura kebencian; selain memilih cara bagaimana menggugah kegembiraan.

Tanpa bermaksud merendahkan pergulatan para pejuang demokrasi dan capaian-capaian “kemenangan” kecilnya, model demokrasi prosedural kepemiluan tak lalu mematikan nalar kritis para pemilihnya. Dramatik “TengSiang” adalah stimulus dalam kerangka membangunkan nalar kritis yang tak boleh mati itu.

Dalam konteks pemberdayaan vooter itulah tema pemilu cerdas diawaki sepenuhnya. Kalaupun harus mengusung slogan Pilgub Gayeng, Becik lan Nyenengke itu adalah bagian dari bagaimana mengapresiasi pentas ini. SRMB mencermati fenomena Golput selain sebagai sebuah pilihan juga sebagai ekspresi skeptisme demokrasi secara substansi. Pengalaman empirik memang mengajari demikian.

Drama “Jaleg” pada awalnya mereinterpretasikan Golput sebagai tawaran dan itu merupakan rangkuman pemikiran kolektif pegiatnya. Tetapi apakah tawaran atau bahkan pilihan demokratis ini berkorelasi dengan menguatnya demokrasi rakyat yang sejatinya? Maka...
Silahkan tonton pentasnya !

0 komentar:

Posting Komentar