Tugu Jogja
Indonesia merupakan negara yang budaya literasinya masih minim. Bahkan berdasarkan riset dari UNESCO, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara yang suka membaca buku. Rendahnya budaya literasi ini disinyalir menjadi penyebab tingginya perilaku penyebaran hoax. Banyak informasi yang tidak jelas justru dipercaya dan dianggap benar.
"Bahkan banyak yang menge-like di media sosial dan dianggap benar," ujar Andang Ashari S.T., M.T., Direktur Marketing PT Infomedia Nusantara dalam seminar nasional bertajuk "Perpustakaan di Era Disrupsi dan Pasca Disrupsi" di Perpustakaan UGM, Selasa (13/3).
Untungnya, menurut Andang, orang
Indonesia termasuk masyarakat yang suka menggali informasi lewat mesin pencari
di internet. Kemudian mereka membagikan dan mendiskusikan konten informasi yanh
diperoleh.
Karena itu, persputakaan perlu merespon perilaku
tersebut, terutama bagi generasi milenial yang lekat dengan internet. Pengelola
perpustakaan perlu meningkatkan fasilitas teknologi dalam penyediaan jasa
layanan di perpustakaan.
“Sekarang ini anak muda lebih suka segala sesuatu terhubung ke smartphone, dari mencari buku dengan cepat, bentuknya harus digital dan selalu terkoneksi internet,” kata Andang.
Sementara Dosen Psikologi UGM Dr Neila Ramdhani MSi
mengungkapkan pengelola perpustakaan harus mampu memenuhi kebutuhan para
generasi milenial. Perpustakaan buat generasi itu tidak hanya tempat mencari
buku namun menjadi tempat untuk berkumpul dan diskusi sambil minum kopi.
“Generasi milenial suka informasi yang sifatnya detail. Karenanya perpustakaan perlu memberikan layanan yang lebih baik terutama kepada generasi milenial selaku pengguna,” paparnya. (ves)
Sumber: Kumparan
0 komentar:
Posting Komentar