Rabu, 06 April 2016

Anies Baswedan: Pemerintah Sediakan Dana bagi Penulis

Rabu, 06 April 2016 | 14:13 WIB 

Buku puisi Chairil Anwar "Deru Tjampur Debu" yang tersimpan di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. TEMPO/Jacky Rachmansyah 

TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serius memajukan dunia literasi atau sastra Indonesia. Salah satu kebijakan yang akan dilaksanakan adalah memberi semacam beasiswa bagi para penulis untuk menghasilkan karya. "Kami memberi fasilitas supaya mereka berkarya," kata Menteri Pendidikan Anies Baswedan dalam wawancara khusus, Selasa pekan lalu.

Selain dana untuk meningkatkan kualitas karya sastra, Anies berencana memberikan kemudahan bagi penulis untuk menerjemahkan karyanya ke bahasa asing. "Tujuannya agar sastra Indonesia lebih dikenal dunia," kata Anies merujuk sukses penyelenggaraan Frankfurt Book Fair di Jerman tahun lalu.

Berikut ini petikan wawancara Tempo dengan Anies.

Bagaimana kelanjutan rencana dana penerjemahan karya sastra seperti yang dijanjikan pemerintah di Frankfurt Book Fair (FBF)?
Untuk menerjemahkan karya sastra, kita harus aktif. Banyak buku Indonesia, dari fiksi sampai nonfiksi, yang layak dibaca dunia. Tantangannya memperbaiki sistem penilaian biaya. Ongkos terjemahan masih satuan rupiah, sementara penerjemah bermutu tidak berada di Indonesia. Dari FBF sudah terbuka soal standar biaya tiap negara. Itu jadi patokan sehingga Kementerian Keuangan punya rujukan.


Bagaimana menepis dugaan kolusi dalam menentukan siapa yang layak mendapat dana itu?
Ada tim kurasi yang akan ditunjuk. Namanya Komite Buku, yang menentukan karya siapa yang layak diterjemahkan. Karena ini uang rakyat dipakai untuk biaya promosi Indonesia di dunia internasional. Penilaiannya dari para ahli itu, yang diambil dari orang-orang independen. Kementerian Pendidikan cuma memfasilitasi.

Apa lagi yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan karya sastra nasional?
Ada program bagi penulis agar menulis penuh konsentrasi. Mereka dibiayai hidupnya di luar negeri. Sastrawan kita potensinya dahsyat. Sekarang kami bikin program pengiriman sastrawan ke tempat-tempat mereka bisa berkonsentrasi untuk berkarya. Bukan untuk mengisolasi diri, melainkan ke tempat yang bisa merangsang mereka untuk kreatif, termasuk melakukan riset. Sifatnya seperti beasiswa. Mereka melamar dan dibiayai hidupnya. Bisa 3 bulan, 6 bulan, atau 9 bulan. Sedang disusun proses dan sebagainya. Anggarannya sudah dialokasikan.

Itu untuk fiksi?
Awalnya untuk sastrawan. Mereka itu orang-orang yang berkemampuan menaklukkan diri sendiri untuk bisa menghasilkan tulisan panjang penuh imajinasi. Dana ini agar sastra Indonesia dikenal dunia. Setelah Frankfurt Book Fair, transaksi hak cipta buku Indonesia meledak. Mereka membeli hak cipta karya Indonesia untuk diterjemahkan. Dari 200 pada 2014 menjadi lebih dari 500 pada 2015.

Berapa besar anggarannya?
Sudah dialokasikan. Saya sampaikan, bergeraknya jangan berdasarkan besarnya anggaran. Presiden sudah menggarisbawahi, jangan mengejar serapan anggaran tanpa memikirkan kualitas. Akan kami buka dulu, lalu lihat animonya. Kalau dibutuhkan lebih, ya akan kami tambah. Kalau yang ada sedikit, ya yang sedikit itu saja dulu.

Apa bentuk pertanggungjawaban si penerima dana?
Mereka harus menghasilkan karya.

Berapa dana yang diterima tiap penulis?
Beda-beda. Yang penting mereka di sana bisa berkonsentrasi, tidak khawatir tentang biaya hidup. Buat apa dikirim ke sana kalau harus kerja mencuci piring, misalnya? Dicukupkan kebutuhannya karena republik ini membutuhkan karya-karya mereka. Kami memberi fasilitas supaya mereka berkarya.

TITO SIANIPAR


https://m.tempo.co/read/news/2016/04/06/173760236/anies-baswedan-pemerintah-sediakan-dana-bagi-penulis

0 komentar:

Posting Komentar