Rabu, 07 Januari 2009

Sekolah mBayar Karep, sebuah Refleksi (1)

Sekolah mBayar Karep; adalah bagaimana memaknai 'sekolah' yang esensinya adalah 'belajar' dengan satu syarat, yaitu kemauan.
Sederhana? Ya. Tapi tidak juga. Bahwa belajar itu butuh kemauan, menurut kami; itu fundamental. Kenapa? Karena kemauan itu amat personal dan tak bisa dicari di luar diri. Jadi kemauan memang mesti di'diri'kan pertama. Baru kemudian mencari atau mengadakan syarat-syarat lainnya.
Mendirikan kemauan, sepintas mirip dengan idiom mendirikan sholat; sederhana tapi tidak lah gampang.

Pendirian SRMB

Nah, pada hari Senin, 13 Januari 2003, sekelompok orang yang sejak lama bermunajat serta melakukan aktivitas berkesenian bersama; berkumpul setelah agak lama tak saling ketemu. Belasan orang itu bikin janji bertemu di salah satu rumah, tepatnya di Gg.Tengah No. 31, Kebumen. Dalam pertemuan mana dibìcarakan hal ihwal yang mengarah pada keberlangsungan aktivitas bersama itu. Pada akhirnya disepakati dengan mendirikan semacam wadah pembelajaran bersama dengan nama 'MeluBaè'. Ikut saja, menjadi dasar motivasi pembelajaran.
Kemudian, ide-ide ini dieksplorasi lagi pada banyak pertemuan. Tepat pada saat mana, kelompok ini tengah melakukan kegiatan 'ngamen' musik-puisi di belasan sekolah, dan bahkan pada sebuah acara pasca sidang pleno di DPRD. Ide-ide kemandirian 'Melubae' mendapat peluang disosialisasikan.
Gayung bersambut di luar itu, di kawasan budaya 'urut-sewu' pesìsir selatan Kebumen. Tiga ulama lokal dan beberapa kiai juga telah lama bermunajat. Bagaimana memanfaatkan 'warisan' mushola beserta aula di pesisir Kalibuntu, desa Jagasima, Klìrong. Pergaulan ide-ide dasar ini banyak dikaji di sana, tanpa mengganggu ngamen apresiasi di beberapa sekolah formal.
Jadilah pesisir Kabuaran di Kalibuntu itu semacam 'laboratorium alam' majlis MéluBaè. Maka kajian mengenai dasar-dasar pendirian Sekolah Rakyat dilakukan tiap akhir pekan.
http://www.blogger.com/img/blank.gif
masukkan tag cetak tebal
Interaksi Sosial

Menjalin hubungan sosial dilakukan dengan berkesenian. Musik puisi, pentas rebana alternatif, pentas teater, menyelenggarakan lomba-lomba seni. bahkan turnamen catur. Juga bermain sinetron, hasil kerjasama dengan media lokal, RatihTV, menghasilkan 7 episode guna mengisi paket Ramadhan 1826 H. Banyak orang terkejut, tapi yang paling mengejutkan adalah fakta bahwa biaya atas keseluruhan proses produksi, termasuk editing garapan BrainMultiMedia, hanya menghabiskan tak lebih dari Rp. 7 juta. Pernah menjadi bintang tamu pada Festival Seribu Rebana.
(to be continued)

0 komentar:

Posting Komentar