Penulis: Hamzah Sahal
Senin, 15 Oktober 2018
Di Cirebon, ada seorang Habib yang alim dalam ilmu fikih
dan ushul fikih. Ia tinggal di Pesantren Kempek, Palimanan, Cirebon. Syarif
Utsman Yahya namanya.
“Abah Ayip atau Kang Ayip,” begitu masyarakat mengenalnya.
Ayip adalah bentuk “tahfif” dari “syarif”. Syarif itu sebutan
Habib di Cirebon.
Suatu hari, Abah Ayip, wafat 2010, disowani beberapa
orang dari masyarakat nelayan, sebagain masyarakat Cirebon memang kuat dengan
tradisi Maritim.
Mereka mengadu kepada sesepuh dan orang yang dinilai alim
dalam ilmu agama di Cirebon. Mereka datang ke Abah Ayip karena ada kalangan
ustaz yang mengatakan tradisi “sedekah laut” dalam Islam tidak diajarkan,
bahkan lebih dekat dengan kesyirikan, alias menyekutukan Tuhan.
“Siapa yang memimpin doa sedekah laut?” Tanya Abah Ayip.
“Mbah Kaum, Bah,” jawab salah satu dari mereka.
Maksud
Mbah Kaum di sini adalah kiai kampung, biasanya bertugas menjaga/imam masjid,
pemimpin tahlil, mengurus jenazah, dan lain-lain.
“Lestarikan tradisi sedekah laut Sampean. Banyak baca bismillah, qulhu dan selawat. Hati-hati di laut, isi perahu sesuai dengan kekuatan. Cari perahu lagi jika tidak muat. Jangan dipaksakan,” Abah Ayip memberikan dukungan.
“Makanan yang dilarung bagaimana, Bah? Katanya mubazir dan Nabi tidak pernah melarung makanan ke laut,” tanya yang lain.
“Lanjutkan. Niatkan sedekah kepada makhluk Allah yang ada di laut. Jangan pelit jadi orang. Ambil ikan tiap hari, sepanjang tahun, masa ndak kasih makan ikan-ikan sekali pun? Itu, kalau kurang, ambil ayam saya di belakang, dilarung bersama kepala kerbau kalian.”[]
0 komentar:
Posting Komentar