Catatan Sarasehan DKD Kebumen
Tema
revitalisasi fungsi Dewan Kesenian Kebumen menjadi perbincangan hangat pada
Jum’at (14/10) di aula Dinas Pariwisata.
Sekitar 20-an pegiat seni daerah dari berbagai bidang seni ini berkumpul. Acara
yang dihadiri pula oleh Ketua DKD (Dewan Kesenian Daerah) Kebumen, Basuki
Hendro Prayitno, dibuka pada jam 14.08 wib oleh pegiat teater Pitra Suwita.
Sedangkan pemandu sarasehan diampu Pekik Sat Siswonirmolo dari SRMB. Dan waktu
3 jam seperti tak cukup untuk acara sarasehan
yang berubah mirip wahana curhat
para seniman terutama bagi para pegiat seni tradisi yang rata-rata berusia
paruh baya.
Harapan
bahwa pemerintah harus memberikan perhatian pada kehidupan berkesenian di
daerah ini begitu menguat kemunculannya. Sarasehan yang semula dipersiapkan
untuk sharing pemikiran dan ide-ide para pegiat seni, pun jadi lebih mereview
perjalanan kepengurusan DKD yang dinilai mandek. Menguatnya harapan yang lebih
menyandarkan pada peran dan fungsi DKD ini bahkan membuat sang moderator tak
bisa berbuat banyak. Secara struktural DKD telah dipandang semata sebagai
manifestasi pemerintah yang harus memberikan perhatian lebih pada aspek
“pembinaan” dan pengembangan berkesenian di Kebumen.
Perhatian
yang dituntut dari para pegiat seni, terutama kalangan seniman tradisi pun jadi
bermacam bentuknya. Mulai dari aspek legalitas kelembagaan DKD, support
pendanaan dan sarana infrastruktur seperti Taman Budaya atau Gedung Kesenian yang
memang belum dimiliki daerah ini.
Memahami Persoalan Mengatasi Kemandekan
Beberapa
seniman muda justru mengemukakan pemikiran yang lebih mengarah pada
kemandirian. Tanpa memungkiri kebutuhan tersedianya pusat aktivitas seperti
Gedung Kesenian, sehingga dapat mengurangi problem-problem berkesenian. Namun ada yang lebih substansial menyoroti pentingnya komunikasi lintas bidang dan bagaimana menumbuhkan semangat kolektivisme; sebelum berfikir untuk "re-organisasi" kelembagaan. Beberapa pegiat seni justru menguatkan fakta empiris bahwa ada atau tidak ada dukungan pemerintah, proses berkesenian tetap lah jalan.
Urgensi memahami persoalan dalam kesepahaman bersama, justru lebih penting sebelum berfikir untuk membentuk kembali DKD. Karena jika tidak, maka akan terjebak kembali pada lubang yang sama.